Apa yang disantap para penarung Romawi masa lalu? Kentang dan daging? Bukan.
Berdasarkan analisis temuan belulang di situs makam kuno di Efesus—yang dahulu merupakan ibukota provinsi Roma di Asia— tim antropolog mengungkapkan, sehari-hari makanan pokok gladiator adalah kacang-kacangan dan gandum.
Yang diminum gladiator juga menarik, yaitu suatu minuman yang terbuat dari air abu tumbuhan, yang bertujuan memperkuat tubuh setelah mengerahkan banyak tenaga fisik serta membantu penyembuhan tulang lebih baik.
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam artikel di PLoS One. Penelitian menggunakan metode spektroskopi —metode satu ini sudah banyak dipakai di bioarkeologi— untuk mengukur tingkat unsur karbon (C), nitrogen (N), dan sulfur (S) di dalam tulang gladiator; juga melacak mineral-mineral anorganik dengan spesifik menentukan rasio stronsium (Sr) yang merupakan unsur kimia yang ditemukan pada abu, dengan kalsium (Ca).
Laporan mereka juga menyebutkan, analisis perbandingan isotop yang tetap (C, N, S) dari kolagen tulang tersebut bisa mengungkap informasi penting mengenai gizi, sejarah hidup, dan migrasi populasi di zaman lampau.
Pola makan mereka rupanya tidak begitu berbeda dengan populasi secara umum, kata peneliti. Misalnya, sama seperti yang sekarang kita lakukan, mengonsumsi magnesium dan kalsium setelah aktivitas fisik.
Penelitian ini berpotensi melengkapi gambar pemahaman yang lebih komprehensif tentang pola makan kuno.
Raut planet kita tidak selalu sama sejak awal ia layak untuk dihidupi makhluk. Lempengan-lempengannya terus bergerak hingga hari ini dalam waktu yang sangat lambat, serta tak jarang juga terjadi patahan dan tumbukkan benua.
Patahan membuat pulau atau benua jadi terpisah dari induknya, sedangkan tumbukkan menghasilkan benua besar dan di area tumbukkan itu menjadi pegunungan yang menjulang. Misalnya, India pada masa purba bergabung dengan Afrika yang lambat laun berpisah dan akhirnya mendekati Eurasia dan menabraknya hingga menciptakan pegunungan Himalaya. Everest adalah gunung tertinggi di dunia yang muncul akibat aktivitas geologis ini.
Setidaknya, para ilmuwan mengetahui ada dua kali dalam sejarah planet kita memiliki jajaran gunung kuno yang menjulang setinggi Himalaya dan membentang hingga 8.000 kilometer di seluruh super benua. Para geolog menyebutnya sebagai "gunung-gunung super" dan memainkan peran penting dalam evolusi kehidupan awal bumi.
"Bukan hanya ketinggiannya—jika Anda bisa membayangkan Himalaya sepanjang 1.500 mil (2.414 kilometer) tiga atau empat kali dipanjangkan, Anda mendapatkan gambaran terkait skalanya," lanjutnya dalam rilis.
Makalah mereka diterbitkan di jurnal Earth and Planetary Science Letters edisi 15 Februari. Makalah itu berjudul "The temporal distribution of Earth's supermountains and their potential link to the rise of atmospheric oxygen and biological evolution".
"Kami menyebut contoh pertama Gunung Super Nuna. Itu bertepatan dengan kemungkinan eukariota, organisme yang kemudian memunculkan tumbuhan dan hewan," jelasnya.
Nama gunung itu diambil dari nama benua super Nuna atau Columbia yang pernah ada sekitar 1,8 sampai 1,5 miliar tahun silam, atau era Paleoproterozoikum. Benua super ini berbeda dengan benua super Pangea yang terbentuk 300 juta tahun lalu antara era Paleozoikum dan Mesozoikum.
"Yang kedua, yang dikenal sebagai Gunung Super Transgondwana, bertepatan dengan kemunculan hewan besar pertama 575 juta tahun lalu dan ledakan Kambrium 45 juta tahun kemudian, ketika sebagian besar kelompok hewan muncul dalam catatan fosil," lanjut Zhu.
Para peneliti percaya bahwa ketika gunung ini terkikis seiring berubahnya lempengan, sejumlah besar nutrisi terbuang ke laut seperti fosfor dan besi. Nutrisi ini mempercepat produksi energi dan mendorong evolusi secara besar-besaran, tulis mereka.
Temuan ini didapatkan dari pengumpulan sejarah pegunungan bumi dan mempelajari mineral yang ditinggalkan oleh puncak-puncaknya. Mineral itu seperti kristal zirkon yang terbentuk di bawah tekanan tinggi jauh di bawah pegunungan yang berat, dan dapat bertahan lama walau gunung induknya lenyap. Setiap butir zirkon inilah yang mengungkap kapan kerak bumi dan mineralnya terbentuk.
"Yang menakjubkan adalah seluruh catatan pembentukan gunung lewat waktu yang sangat jelas. Ini menunjukkan dua tonjolan tajam besar ini: satu terkait dengan munculnya hewan dan yang lainnya dengan munculnya sel-sel besar yang kompleks," terang Jochen Brocks, rekan peneliti dan profesor di Research School of Earth Sciences, Australian National University.