Astronom Denison Olmsted dibangunkan oleh tetangganya pada 13 November 1833. Mereka menyaksikan keanehan langit malam yang dipenuhi bintang jatuh, 72.000 atau lebih setiap jamnya.

Itu adalah hujan meteor yang kita sebut sebagai Leonids. Akan tetapi, pada saat itu tidak ada yang tahu apa sebab munculnya atau dari mana meteor itu berasal. 

Karena jumlah bintang jatuh yang memenuhi langit mencapai 20 per detiknya, Olmsted melihat dengan jelas pola yang luput dari pengamatan para astronom lain.

"Olmsted menyadari untuk pertama kalinya bahwa mereka datang dari satu titik, yang pertama dia sebut pancaran," kata Mark Littman dari University of Tennessee di Knoxville kepada National Geographic. 

Para astronom saat ini masih menggunakan pancaran untuk menamai hujan meteor: Leonid diambil dari asal-usulnya yakni di konstelasi Leo, Singa.

Tetapi Olmsted tidak berhenti dengan penemuan itu. Saat fajar menyinari langit dan meteor hilang dari pandangan, Olmsted bergegas masuk dan memberikan laporan singkat tentang badai meteor untuk surat kabar New Haven Daily Herald.

"Karena penyebab 'bintang jatuh' tidak dapat dipahami oleh ahlu meteorologi, diharapkan untuk mengumpulkan semua fakta terkait dengan fenomena ini, yang dinyatakan dengan ketepatan," tulis Olmsted kepada pembaca. 


Tanggapan berdatangan dari banyak negara bagian, bersama dengan pengamatan para ilmuwan yang dikirim ke American Journal of Science and Arts.

"Ini adalah momen penting dalam jurnalisme sains Amerika, benar-benar dalam jurnalisme sains di seluruh dunia," kata Litmman. "Sampai saat itu, surat kabar sebagian besar adalah kain politik, penuh dengan opini, tapi di sini mereka melakukan pekerjaan yang sangat baik dengan tanpa perasaan melaporkan meteor, menenangkan bahwa itu bukanlah 'the end of the days'."

Tanggapan tersebut mendorong Olmsted untuk membuat serangkaian terobosan ilmiah. Temuannya telah mengakhiri cengkeraman filsuf Yunani, Aristoteles selama 2.200 tahun tentang penjelasan meteor. Sang filsuf itu melihatnya sebagai gelembung gas melayang tinggi ke langit dan menyala.

Ilmu bintang jatuh berhutang banyak pada peristiwa ini karena adanya laporan sains dari masyarakat.

Dari pengmatan laporan yang diterima Olmsted menunjukkan bahwa hujan meteor terlihat secara nasional dan jatuh daru luar angkasa di bawah pengaruh gravitasi. Ini juga mencatat bahwa hujan telah muncul sebelumnya dalam siklus tahunan, sesuatu yang tidak diketahui para ilmuwan, tetapi tidak bagi petai Eropa, selama berabad-abad.

Olmsted menyadari bahwa meteor pasti menabrak atmosfer bumi dari luar angkasa. Dia memperkirakan kecepatannya sekitar 4 mil per detik, yang menurutnya sangat cepat. Karena dia tidak menyadari bahwa gesekkan, alih-alih pembakaran konvensional, yang menembakkan bintang jatuh. Olmsted menghitung ukurannya sangat besar hingga satu mil lebarnya, bukan partikel debu komet seukuran jarum.


Olmsted mencoba memperkirakan ketinggian meteor itu. Caranya, dia melakukan triangulasi ketinggian bola api dengan pengamat ilmiah lain di New York, yakni pada ketinggian 30 hingga 50 mil. 

Dia juga menduga bahwa hujan meteor itu berasal dari sebuah benda dengan orbit yang sangat memanjang mengelilingi matahari. Namun demikian, baru pada 1867 para astronom membuat hubungan antara meteor dan debu di sepanjang ekor komet, yang menghubungkan jejak komet Tempel-Tuttle ke Perseids.

Setiap 30 tahun atau lebih, terutama pada 1966, Leonids telah menghasilkan hujan yang sangat kuat sebagai pengingat peristiwa 1833. Meskipun demikian, intensitasnya telah menurun karena awan ekor komet yang menghasilkan meteor telah menipis dari waktu ke waktu.

Jejak empat bangunan yang berasal dari abad keempat belas hingga ketujuh belas ditemukan selama berlangsungnya proyek perbaikan jalan di Skotlandia selatan. Bangunan-bangunan rumah tersebut merupakan bagian dari permukiman sebuah desa yang diubah menjadi taman pada abad kedelapan belas oleh Duke of Hamilton.

The Scotsman memberitakan, bekas empat bangunan itu ditemukan di dekat area Netherton Cross dekat Bothwell, North Lanarkshire, Skotlandia. Tembikar, pecahan panci dan mangkuk masak, pipa tembakau dari tanah liat, potongan mainan, dan bukti pengerjaan logam yang didapatkan dari situs tersebut menjadikan temuan ini sebagai penemuan yang "luar biasa".

Di tingkat fondasi salah satu bangunannya, tim peneliti menemukan lingkaran poros, batu asahan, dua koin abad ketujuh belas, dan belati besi. Belati yang dibuat di Zaman Besi itu diyakini disimpan sebagai bagian dari ritual untuk melindungi struktur bangunan dan penghuninya dari bahaya, menurut Dr. Natasha Ferguson, arkeolog dari Guard Archaeology, seperti dilansir Archaeology magazie.

Natasha Ferguson yang menulis laporan penemuan tersebut mengatakan, “Kualitas khusus atau jimat dari belati ini sebagai objek pelindung mungkin telah meningkatkan tindakan ritual untuk melindungi rumah tangga dari bahaya duniawi dan magis."

"Penempatan benda-benda ini di bawah lantai dasar salah satu rumah mungkin dimaksudkan untuk menegaskan ruang ini sebagai tempat aman bagi mereka dan generasi yang akan datang," beber Ferguson, seperti diberitakan The Scotsman.


Praktik meninggalkan benda-benda khusus di bangunan abad pertengahan dan pasca abad pertengahan telah banyak terdokumentasikan dengan baik. Terkait praktik tersebut, diyakini bahwa ritual semacam itu akan melindungi bangunan dan penghuninya. Laporan tersebut menemukan bahwa objek-objek yang "sengaja dipilih" itu memang telah sengaja ditempatkan di properti tersebut.

Dipercaya bahwa lingkaran spindel, percahan mainan, dan batu asahan mungkin mewakili hubungan personal dengan seorang individu, aktivitas, atau tempat yang akan membuatnya istimewa bagi penghuninya.

Laporan itu menambahkan, "Potensi keunikan belati sebagai benda prasejarah ini mungkin memberikan kualitas keanehan. Penggunaan kembali benda-benda prasejarah sebagai pengendapan dalam pengaturan abad pertengahan telah dicatat dalam penggalian gereja-gereja abad pertengahan di Inggris, dan panah batu secara tradisional diidentifikasi sebagai 'elf-bolts' dan lama dikenal karena sifat magis jahat mereka."

Dr. Gemma Cruickshanks, dari Museum Nasional Skotlandia mengatakan tampaknya belati itu tertutup sarung pada saat dikuburkan.

“Itu mungkin utuh dan masih bisa digunakan pada saat itu. Bentuk belati ini tidak bisa dibedakan dari contoh-contoh Zaman Besi, menandakan bentuk belati yang sederhana ini memiliki sejarah yang sangat panjang,” ujar Cruickshanks.

Bukti peleburan besi, pemurnian, dan kemungkinan praktik pandai besi juga ditemukan, bersama dengan bekas kegiatan pemilihan paku di situs tersebut.

Permukiman tempat berdirinya empat bangunan itu berada dekat dengan Netherton Cross abad ke-10, patung salib simbol kekristenan di Hamilton. Di area ini sekarang berdiri Gereja Paroki Tua Hamilton (Hamilton Old Parish Church).

Area Netherton Cross itu berjarak sekitar 1 kilometer dari Jembatan Bothwell, tempat pertempuran tahun 1679 yang mengakhiri pemberontakan Covenanter di Skotlandia.

“Sangat mungkin masyarakat terkena dampak konflik, baik yang menderita kerusakan harta benda atau sebagai saksi jalur pasukan Covenanter,” kata laporan itu.

Wilayah pinggiran atau desar Netherton lenyap pada abad ke-18 karena adanya perbaikan pada perkebunan oleh Duke of Hamilton, dengan taman yang tertata rapi dan simetris dibangun sebagai gantinya. Jalan raya kemudian juga dibangun di sekitar wilayah tersebut. Pembangunan jalan raya ini menggusur bangunan-bangunan lama desa dengan empat bangunan batu tua yang ditemukan itu sebagai jejak terakhir permukiman tersebut.


Sebelum kejatuhannya di tangan Ottoman, Konstantinopel diriwayatkan akan jatuh ketika kaisarnya memiliki nama yang sama dengan nama pendiri kotanya. Kalangan Muslim pun pernah diriwayatkan akan takluknya kota tersebut di tangan mereka, sehingga memicu ambisi kesultanan Ottoman terhadap Bizantium.

Dari sekian banyak usaha Ottoman Turki menguasai kawasan Balkan sebelum menaklukan Bizantium, semua berkat saling perangnya orang-orang Kristen di Eropa, dan wabah hitam yang menyerang Balkan pada 1356.

Meskipun kondisi perencanaan jangka panjang untuk menaklukan Konstantinopel, menurut sejarawan perang Rupert Butler dan timnya, Ottoman Turki harus menunda rencana tersebut karena invasi tak terduga dari Mongol yang dipimpin Timur Lenk.

Mereka menulis dalam buku Perang yang Mengubah Sejarah, Buku Pertama: dari Pertempuran Megiddo (1457 SM) hingga Bleinheim (1704), ekspedisi tersebut baru berjalan oleh sultan Mehmed II, pasca kematian sultan Murad II pada Februari 1451.

"Dia mempunyai ambisi besar untuk merebut Konstantinopel dan menjadikannya ibu kota Kemaharajaan Ottoman sehingga akan mengangkangi dunia," terang Butler dan timnya.

Setahun setelah kematian ayahnya, Mehmed II merekrut Urbanus, ahli meriam Hongaria, berencana untuk menerobos dinding Konstantinopel. Saat sudah diproduksi pada 1453, meriam tersebut diperiksa di Adrianopel, ibukota Ottoman yang tak jauh dari Konstantionpel.

"Larasnya berukuran 8,1 meter panjangnya, memiliki kaliber 20,3 sentimeter, dan diawaki oleh 700 orang, tetapi dapat melontarkan sebuah bola meriam seberat 1 ton sejauh 1,6 km," tulis mereka.

Selain peralatan tempur yang keras, Mehmed II mengumpulkan pasukan besar di Adrianopel yang tercatat atas 80.000 prajurit, 20.000 tentara milisi, dan 20.000 sukarelawan ghazi (mujahidin fanatik).

April hingga Agustus 1452, Mehmet II juga membangun benteng yang disebut Boghaz Kesen (penggorok) dengan puing-puing di dekatnya. Menurut sejarawan kelautan Roger Crowley dalam Constantinople, The Last Great Siege, bahwa benteng tersebut akan mencekik bantuan ke Konstantinopel dan mengakibatkan kota tersebut terkepung.

"Kemampuan Mehmet untuk mengoordinasikan dan menyelesaikan proyek super dengan kecepatan sangat tinggi terus-menerus membuat bingung lawan-lawannya di bulan-bulan mendatang," terang Crowley.

Meskipun sempat ada armada Venesia yang berusaha mendobrak blokade, Maret 1453 justru membuat jalur pertahanan laut Konstantinopel benar-benar terputus. Sebuah armada Ottoman yang dipimpin Suleyman Balthoglu menjegal rute.

Venesia menyarankan agar kaisar Konstantin XI mencari bantuan dengan negara Kristen lain. Tetapi kaisar memilih berunding dengan Mehmet II, yang berujung penolakan. Maka sepanjang pertempuran tidak ada bantuan untuk Konstantinopel, kecuali dari kepausan dan segelintir dari Venesia.

Butler dan timnya menjelaskan, bahwa Konstantinopel memiliki benteng yang kuat, dan membuat Ottoman harus merencanakan penyerangan dengan matang. Tembok kota terdiri atas tiga garis tembok yang terpisah, tebal, dan sejajar yang dikelilingi parit selebar 18,2 meter yang dapat digenangi saat darurat.

9 April 1453, serangan dimulai dengan menuju dua benteng di bagian barat tembok darat. Namun armada laut Ottoman yang dipimpin Baltoghlu gagal menerobos penghalang selat yang melintang di Tanjung Emas, sehingga kmudian ia dipecat dan armada dipimpin langsung oleh sultan untuk melewatinya lewat daratan.

Meriam yang sudah dipesan kian lama akhirnya dipakai juga oleh Ottoman pada 12 April. Bombardir tersebut diperkuat dengan bom untuk menghancurkan tembok.

"Meriam raksasa Urbanus hanya bisa menembak tujuh kali sehari, begitu rumit dan menghabiskan waktu proses untuk memasukkan peluru dan menembaknya," papar Butler. "Tetapi tembakannya sangat memekakkan telinga dan menimbulkan kerusakan besar terhadap tembok maupun nyali musuh."


Moral Bizantium kembali meningkat selama satu bulan, karena pasukan Ottoman yang gugur ketika sudah menerobos tembok terlemah tanpa menewaskan prajurit Bizantium, dan para ksatria Skotlandia yang menggagalkan usaha Turki yang mencoba menerobos melalui bawah tanah kota.

Selanjutnya mereka justru mendapat kabar buruk dengan datangnya kapal pengintai Venesia pada 24 hingga 25 Mei 1453. Armada tersebut mengabarkan bahwa tak ada lagi bantuan dari Eropa.

Harapan Sultan Mehmed II sempat mulai sirna karena banyaknya prajurit yang gugur. Tercatat, bahwa pasukan yang tersisa 150.000 orang. Bahkan para menteri pun sempat menyarankan untuk mundur apabila rencana serangan besar-besaran 28 Mei gagal.

Butler menulis, keberuntungan datang kepada Ottoman saat serangan besar-besaran itu digencarkan dan meningkatkan kembali harapan sultan dengan ditemukannya gerbang kecil yang ditinggalkan terbuka.

"Para penyerbu tidak membuang-buang waktu untuk memasuki gerbang itu," terangnya. "Orang Bizantium berusaha membendungnya, tetapi gagal karena kalah jumlah."

Setelah berhasil menembus kota, tentara Ottoman langsung membuka gerbang-gerbang lainnya. membuat tentara bantuan dari Genoa kabur ke pelabuhan, dan orang Venesia memilih berkhianat. Sehingga hanya Bizantium bersama orang Catalan yang tetap bertahan hingga tewasnya kaisar Konstantin XI.

Kemenangan di Konstantinopel menjadi puncak kejayaan kesultanan tersebut untuk memotivasi ekspedisi berikutnya. Bahkan atas keberhasilannya, Mehmed II diberi gelar Al-Fatih (sang penakluk).

Jatuhnya Konstantinopel, menurut para sejarawan, menjadi pengantar bangsa Eropa ke masa Renaisans, meski saat itu Turki juga gencar-gencarnya melakukan penyerangan di benua biru.

"Selama tiga abad berikutnya, hingga pengepungan yang sama terkenalnya dan pertempuran di bawah tembok Wina pada 1683, orang Turki tetap menjadi ancaman besar bagi Eropa Kristen," paparnya.


Untuk pertama kalinya, pesawat luar angkasa Tianwen-1 milik Tiongkok berhasil mengabadikan foto Mars dalam misi penjelajahan mereka ke Planet Merah itu. Mereka telah berhasil mengirimkan foto planet Mars tersebut ke pusat pengendali China National Space Administration (CNSA), badan antariksa nasional mereka, di Beijing. CNSA menyatakan, pesawat luar angkasa Tianwen-1 sudah berada di dekat Mars dan sedang bersiap untuk mendarat di Planet Merah tersebut tahun ini.

Foto planet Mars yang berhasil diabadikan oleh Tianwen-1 adalah berupa foto hitam-putih. Foto itu telah dirilis pada akhir pekan lalu oleh CNSA. Foto itu menunjukkan fitur geologi di sana, termasuk penampakan kawah Schiaparelli dan Valles Marineris, hamparan ngarai yang luas di permukaan Planet Merah tersebut.

CNSA menyatakan bahwa foto tersebut diambil sekitar 2,2 juta kilometer (1,4 juta mil) dari Mars. Mereka juga menyatakan bahwa kini posisi pesawat luar angkasa Tianwen-1 sudah lebih dekat lagi, yakni berjarak 1,1 juta kilometer dari planet itu. CNSA juga menambahkan bahwa semua sistem pada pesawat luar angkasa Tianwen-1 dalam "kondisi baik.”

Pesawat robotik itu menyalakan salah satu mesinnya untuk "melakukan koreksi orbit" pada Jumat dan diperkirakan akan melambat sebelum "ditangkap oleh gravitasi Mars" sekitar 10 Februari nanti, kata CNSA sebagai dikutip oleh AFP dan ScienceAlert.

Tianwen-1 diluncurkan pada Juli 2020. Ia memang ditargetkan untuk bisa memasuki orbit Mars pada 10 Februari 2021 besok. Pesawat luar angkasa seberat lima ton itu membawa robot pengorbit, robot pendarat, dan robot penjelajah Mars yang akan mempelajari tanah di Planet Merah itu.

Nama Tianwen-1 sendiri memiliki arti “Pertanyaan ke Surga”. Misi Tianwen-1 ini disebut-sebut sebagai program luar angkasa paling ambisius dari Negeri Tirai Bambu.

Melalui misi Tianwen-1 ini, Tiongkok berharap mereka dapat mendaratkan robot penjelajah mereka di planet Mars pada Mei 2021 nanti. Mereka menargetkan robot penjelajah mereka bisa mendarat di Utopia Planitia, cekungan besar di Mars, setelah nanti terlepas dari robot pengorbit. Setelah mendarat, robot pendarat ini akan melepaskan robot penjelajah kecil bertenaga surya yang berfungsi untuk mengeksplor permukaan Mars setidaknya selama tiga bulan.

Jika pendaratan tersebut berhasil, Tiongkok akan menjadi negara kedua yang sukses menempatkan robot penjelajah mereka di permukaan Mars. Sebelumnya, Amerika Serikat sudah mendaratkan delapan robot penjelajah mereka di Planet Merah itu sejak 1976.

Selama beberapa dekade terakhir Tiongkok telah menggelontorkan miliaran dolar Amerika Serikat untuk misi-misi luar angkasa mereka. Sebelumnya, selama Perang Dingin, Tiongkok hanya bisa menyaksikan Amerika Serikat dan Uni Soviet (kini Rusia) membuat beberapa langkah lebih maju dalam program-program luar angkasa mereka masing-masing.

Kini dengan dipimpin oleh militer mereka, Tiongkok mulai serius meluncurkan misi-misi luar angkasa. Dua dasawarsa lalu, tepatnya pada tahun 2003, untuk pertama kalinya Tiongkok telah mengirim manusia ke luar angkasa. Jadi, Tianwen-1 bukanlah misi luar angkasa mereka yang pertama.

Selain itu, Tianwen-1 juga bukanlah upaya pertama Tiongkok untuk mencapai Mars. Misi mereka sebelumnya dengan Rusia pada 2011 berakhir sebelum waktunya karena peluncuran misi tersebut berakhir gagal.

Tak hanya misi ke Mars, Tiongkok juga pernah meluncurkan misi ke Bulan. Hingga saat ini setidaknya Tiongkok telah mengirim dua robot penjelajah mereka ke Bulan.

Dalam misi menggunakan robot penjelajah yang kedua pada 2019, Tiongkok berhasil mencatatkan diri sebagai negara pertama yang berhasil melakukan soft landing (pendaratan mulus) di sisi jauh Bulan.


 Pada Juni 1934, dua penambang emas di Pegunungan San Pedro di Wyoming, Amerika Serikat menemukan sebuah gua kecil yang terkubur jauh di dalam batu tebal. Di debu-debu yang mengendap, para pencari emas menemukan sesuatu yang mengejutkan, yakni sisa-sisa manusia kecil yang terawat dengan baik tapi telah lama terlupakan.

Asal-usul manusia kecil itu masih menjadi misteri. Suku-suku penduduk asli Amerika, kerap menceritakan kisah-kisah legendaris tentang "orang kecil" atau Nimeriga. 

Dalam beberapa cerita, orang kecil tersebut dikatakan memiliki kekuatan magis atau kekuatan penyembuhan. Namun, pada cerita lain, mereka adalah suku ganas yang menyerang penduduk asli Amerika dengan panah beracun. 

Penemuan mumi manusia kecil menarik banyak perhatian ke daerah itu serta menimbulkan pertanyaan dan kontroversi. Banyak yang meragukan akan kebenaran cerita para penambang emas--meyakini bahwa temuan itu dibuat-buat dan cerita tersebut adalah hoaks.

Para ilmuwan pun berbondong-bondong datang ke pegunungan San Pedro. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang kebenaran temuan orang mungil yang dijuluki Pedro, yang tingginya sekitar setengah inci ketika duduk dan empat belas inci ketika berdiri.


Bertahun-tahun setelah penemuan Pedro, para ilmuwan melakukan pengujian yang lebih invasif, memanfaatkan sinar-X untuk mencoba membuka misteri.

Beberapa antropolog awalnya menyimpulkan bahwa jenazah itu adalah jenazah bayi, kemungkinan besar lahir prematur, atau yang meninggal tak lama setelah lahir.

Arena perselisihan pendapat pun terjadi. Sebagian ilmuwan percaya itu ialah sisa-sisa orang dewasa, mungkin berusia 16-65 tahun.

Rontgen menemukan gigi yang tajam pada Pedro dan adanya makanan di perut yang tampak seperti daging mentah. Hasil rontgen juga menemukan bahwa Pedro mengalami kematian yang kejam--menunjukkan patah tulang di tulang belakang serta tulang tengkorak yang rusak.

Penemuan jasad mumi menimbulkan spekulasi signifikan bahwa jasad itu adalah tipuan. Kehadiran zat agar-agar di kepala Pedro membuat beberapa orang percaya bahwa jenazah itu sebenarnya adalah jenazah bayi, yang ditemukan dari fasilitas medis, atau bahwa para penambang telah membuat jenazah menggunakan bentuk taksidermi mentah.

Namun, yang lain berpendapat bahwa sisa-sisa itu adalah bukti ras mirip Leprechaun, seperti yang disebutkan dalam legenda masyarakat adat setempat, atau bukti keberadaan makhluk ekstra-terestrial. Sulit bagi banyak orang untuk memahami bahwa manusia sekecil itu bisa jadi sudah dewasa.

Sementara pengujian modern dapat memberikan lebih banyak jawaban tentang asal-usul Pedro, pengujian semacam itu tidak mungkin dilakukan karena lokasi jenazah tidak diketahui selama beberapa tahun.

Diungkapkan dalam Ancient Origins bahwa sisa-sisa itu dipajang selama pertunjukan-pertunjukan di tahun 1940-an, dan kemudian dibeli oleh seorang pria bernama Ivan Goodman.

Setelah kematian Goodman pada tahun 1950, jasadnya diserahkan kepada seorang pria bernama Leonard Waller (kadang-kadang dilaporkan sebagai Walder). Jenazahnya belum terlihat sejak saat itu.


 White Lotus Society dalam bahasa Tionghoa disebut sebagai Bai Lian Jiao adalah gerakan seribu tahun yang ada di zaman kekaisaran Tiongkok. 

Sebagai gerakan keagamaan, ajaran-ajaran White Lotus didasari pada tradisi Buddha, meskipun beberapa elemen Taoisme dan praktik-praktik Tiongkok pribumi lainya juga dimasukan kedalamnya. 

Lambat laun, White Lotus Society berkembang menjadi gerakan politik dan ikut serta dalam beberapa pemberontakan terkemuka dalam sejarah Tiongkok. 

White Lotus lahir pada era Dinasti Song antara abad ke-10 hingga ke-12. Mereka dicurigai oleh pemerintah karena gerakan ini tidak didirikan secara resmi. 

Sejak berdirinya Dinasti Yuan oleh Kubilai Khan pada akhir abad ke-13, White Lotus diakui dan disponsori oleh penguasa Mongol. Hal ini membantu penyebaran ajaran gerakan mereka ke khalayak yang lebih besar--mengubahnya menjadi cabang penting dari agama Buddha.


Seiring berjalanya waktu, ketika orang awam mulai mengembangkan gagasan mereka sendiri tentang agama ini, terjadi banyak perubahan. Salah satu yang paling menonjol dari perubahan ini adalah keyakinan bahwa Buddha akan turun dari Surga untuk membawa keselamatan bagi umat manusia.

Dengan demikian, White Lotus memiliki karakter millenarianis, yakni keyakinan suatu kelompok akan perubahan besar yang positif. Biasanya gerakan model ini muncul ketika terdapat pemerintah yang korup dan menyebabkan penderitaan di kalangan rakyatnya.

Oleh karena Dinasti Yuan yang korup, mereka mulai memberontak terhadap pemerintah. Akibatnya, White Lotus dilarang oleh pemerintah Yuan pada 1308 dan baru saja dilegalkan beberapa tahun kemudian.

Gerakan ini sekali lagi dilarang pada tahun 1322, karena telah terjadi peningkatan jumlah pemberontakan yang dipimpin oleh para pengikutnya terhadap pemerintah.

Dinasti Yuan pun akhirnya berakhir sebagai di Pemberontakan Turban Merah, yang berlangsung dari 1351 hingga 1368.

White Lotus memberikan dasar agama untuk pemberontakan, dan kelompok-kelompok pemberontak juga dipimpin oleh individu-individu dari White Lotus.

Seperti Han Shantong dan seorang jenderal bernama Zhu Yuanzhang, yag kemudian hari mendirikan Dinasti Ming.


 Zaman Devon eksis sekitar 350 juta tahun lalu. Saat itu, Bumi hanya dihuni oleh ikan yang mulai menghuni perairan dangkal. Dalam rantai evolusi biologi, ikan kala itu memiliki tangan atau kaki untuk menuju ke daratan--menjadi awal mula evolusi makhluk Bumi hingga saat ini.

Namun, masalah mendasar dalam evolusi biologi ini adalah pada proses transisi ikan hingga menjadi vertebrata berkaki empat (tetrapoda). Akibatnya ada banyak pertanyaan dan perdebatan seputar transisi evolusi tersebut.

Kini, fosil ikan purba yang ditemukan di Kanada oleh tim planteolog dari Flinder University dan Universite du Quebec a Rimouski, membantu menguak misteri evolusi sirip ikan menjadi tangan manusia.


Studi mengenai fosil yang disebut Elpistostege, dipublikasikan pada jurnal  Nature. Ia merupakan predator terbesar yang hidup di perairan dangkal seperti muara Quebec pada zaman Devon. Spesies ini memiliki taring tajam yang kuat sehingga bisa memakan beberapa ikan bersirip yang lebih besar.

“Ini adalah pertama kalinya kami menemukan jari-jari terkunci di dalam sirip dengan fin-rays. Rongga jari-jari dalam sirip itu seperti tulang jari yang ditemukan di tangan kebanyakan hewan,” kata John Long dari Flinders University. 

“Temuan ini mendorong kami untuk mengetahui asal jari-jari pada ikan dan vertebrata. Mengungkapkan bahwa pola tangan vertebrata, pertama kali berkembang jauh dalam evolusi, tepat sebelum ikan mulai meninggalkan perairan,” terangnya.


Spesimen fosil Elpistostege berukuran 1,57 meter ini, memiliki kerangka lengan pertama pada urutan evolusi ikan. Para peneliti mengungkapkan bahwa fosil tersebut memiliki struktur purba untuk
humerus (lengan), jari-jari dan ulna (lengan bawah), deretan karpus (pergelangan tangan) dan falang yang disusun dalam jari-jari.

“Asal usul jari-jari berkaitan dengan pengembangan kemampuan ikan untuk menopang beratnya di air dangkal atau untuk perjalanan singkat di darat. Meningkatnya jumlah tulang kecil di sirip memungkinkan lebih banyak bidang fleksibilitas untuk meringankan bebannya pada sirip,“ kata co-author penelitian ini, Richard Cloutier dari Universite du Quebec a Rimouski. 

Mengenai rantai evolusi dengan manusia, Cloutier menjelaskan, “Elpistostege belum tentu leluhur kita, tetapi yang terdekat kita, bisa sampai pada ‘fosil transisi’, transisi antra ikan dan tetrapoda.”