Reconstruction of Homo floresiensis by Atelier Elisabeth Daynes. Credit Kinez Riza

 “Setidaknya ada tiga manusia kerdil dari serpihan-serpihan fosil yang ditemukan di pulau Flores, NTT, Indonesia yang juga merupakan pulau tempat Homo floresiensis alias “Manusia Hobbit” ditemukan, dan menurut penanggalan karbon atau carbon-dating, ternyata fosil-fosil yang masih misterius itu berusia 700.000 tahun! Jauh lebih tua dari si Hobbit!,” menurut dua makalah baru di jurnal Nature, pada Kamis (9/6/2016) lalu.

Fosil manusia purba yang ditemukan berupa fosil tulang rahang kanan parsial, dan beberapa gigi yang terisolasi, yang usianya mendahului Hobbit lebih dari setengah juta tahun!

Kehadiran mereka di pulau Flores ini menunjukkan bahwa individu kecil adalah bagian dari populasi yang kemudian memunculkan istilah “Hobbit”, julukan manusia katai di film fiksi terkenal “The Lord of The Rings”, yang mana fosil terdahulu pernah ditemukan di gua ‘Liang Bua’ di pulau yang sama.

“Kami tidak bisa yakin tentang ukuran tubuh mereka yang sebenarnya, karena kami hanya memiliki mandibula dan gigi,” ujar Yousuke Kaifu, penulis laporan pertama yang mengatakan kepada Discovery News.

“Tapi ukuran mereka menunjukkan bahwa manusia hominin purba (awal anggota dari genus Homo) yang berusia 700.000 tahun  ini sekecil Homo floresiensis dari Liang Bua,” lanjut Yousuke Kaifu.

tulang-rahang-manusia-mata-menge

Tulang rahang manusia Mata Menge

Empat gigi yang ditemukan berasal dari individu dewasa yang sama dengan pemilik fragmen rahang bawah. Sementara itu, pemeriksaan lebih detail mengungkap bahwa dua gigi lainnya merupakan gigi susu, masing-masing milik dua anak yang berbeda. Tim kemudian menggunakan teknik statistik untuk membandingkan rahang bawah dan tulang gigi dengan fosil spesies lain seperti H. habilis, H. erectus dan H. floresiensis asli.

Kaifu adalah seorang antropolog dari National Museum of Nature and Science di Jepang, bersama dengan penulis utama dari makalah pertama Gerrit van den Bergh dan rekan-rekan mereka, menganalisis sisa-sisa fosil yang baru ditemukan.

Mereka menggali lapisan batuan sedimen di sebuah situs yang disebut Mata Menge, terletak sekitar 43,5 mil jauhnya dari Liang Bua. Para peneliti percaya bahwa fosil ini berasal dari manusia purba yang lebih awal dari Homo floresiensis yang dimilik setidaknya dari satu orang dewasa dan dua anak-anak.

Ketika sisa-sisa Hobbit pertama kali ditemukan pada tahun 2003 lalu, banyak ilmuwan benar-benar bingung dengan ukurannya yang kecil. Beberapa dari mereka bahkan berpikir bahwa individu ini adalah anggota dari spesies kita yang secara patologis menjadikannya kerdil atau karena penyakit.

Bagaimanapun itu Van den Bergh mengatakan bahwa penemuan terbaru ini “menggugurkan semua keragu-raguan setiap orang yang percaya bahwa ukuran Homo floresiensis hanyalah dari manusia purba yang normal kemudian mengecil atau kerdil karena suatu penyakit.”

tulang-gigi-manusia-mata-menge2

Tulang gigi manusia Mata Menge

Makalah kedua, dengan penelitian yang dipimpin oleh Adam Brumm dari Griffith University dan University of Wollongong, menjelaskan geologi wilayah Mata Menge dan menegaskan bahwa pendahulu Hobbit yang tinggal disana, setidaknya berusia 700.000 tahun yang lalu. Dikatakan bahwa alat-alat batu juga ditemukan di Flores dan penanggalan menunjukkan usia sekitar 700.000 hingga 1 juta tahun yang lalu.

Untuk menentukan umur fosil, tim peneliti lain mengambil sampel dari lapisan sedimen sekitarnya dan menggunakan teknik penanggalan dengan tingkat akurasi tinggi yang disebut argon-argon, yang mengukur peluruhan radioaktif argon dari waktu ke waktu.

Mereka juga mengisolasi fragmen gigi dan menggunakan kombinasi metode penanggalan berdasarkan peluruhan uranium. Penelitian menunjukkan bahwa fosil ini berusia sekitar 700.000 tahun, membuatnya menjadi hominin tertua yang pernah ditemukan di Flores.

“Saya sudah menduganya, tetapi tetap terkejut ketika pertama kali melihat fosil dan menyadari fakta bahwa orang-orang sekecil itu hidup 700.000 tahun lalu, ketika Homo erectus yang berbadan besar hidup di berbagai bagian benua Asia,” lanjut Kaifu.

Secara bersama, semua temuan ini menunjukkan bahwa populasi individu kecil ini mungkin masih bertahan hidup secara terus-menerus sebagai keturunan di pulau Flores sejak sekitar satu juta tahun yang lalu, hingga setidaknya sekitar 38.000-60.000 tahun yang lalu.

Adapun dari mana mereka berasal sebelum menetap di Pulau Flores, Kaifu mencurigai bahwa “Homo erectus berbadan besar sampai di pulau Flores dan kemudian mengerdil atau dwarfed di pulau ini.”

Temuan Hominid Baru di Situs Mata Menge Telusuri Evolusi Homo floresiensis 1

Lokasi penggalian terbaru, yang disebut Mata Menge, terletak di Lembah Soa atau Soa Basin, Flores tengah, sekitar 74 kilometer di tenggara Liang Bua, Pulau flores, NTT.

Homo erectus yang lebih kecil dan lebih tua dari Homo floresiensis

Van den Bergh menuturkan, analisis yang menunjukkan bahwa rahang manusia yang ditemukan di Mata Menge itu mendekati karakteristik Homo erectus dan Homo floresiensis.

Rahang itu cenderung tipis dan vertikal dan tidak memiliki celah seperti yang biasa dijumpai pada spesies manusia purba lain, Australopithecus. Sementara itu, dilihat dari giginya, manusia Mata Menge juga memiliki karakteristik yang merupakan perpaduan dari Homo floresiesis dan Homo erectus.

Rekonstruksi digital berdasarkan hasil CT scan fosil, misalnya, menunjukkan bahwa puncak gigi manusia Mata Menge mirip dengan Homo erectus. Van den Bergh menambahkan, “Tubuh yang ekstrim mengecil dan ukuran otak dwarfisme tidak dapat terjadi pada skala luas, kita sekarang telah menerima apa yang terjadi…, dan dapat beralih ke pertanyaan berikutnya yaitu: mengapa itu bisa terjadi dan oleh mekanisme apa?”

Aida Gómez-Robles, seorang ilmuwan dari George Washington University yang mengkhususkan diri dalam evolusi manusia menjelaskan, bahwa salah satu teori tentang Hobbit adalah bahwa mereka menyusut dalam ukuran kecil itu dengan proses yang disebut sebagai “pengerdilan di pulau” atau island dwarfing.

Fosil berusia 700.000 tahun dari anggota genus Homo yang digali dari pulau Flores, Indonesia

Fosil berusia 700.000 tahun dari anggota genus Homo yang digali dari pulau Flores, Indonesia

Island dwarfing ini mengacu pada berkurangnya ukuran atau terjadi pengecilan secara ekstrim dalam ukuran, karena tidak adanya ancaman dan pemangsa atau predator dan juga akibat kelangkaan sumber daya alam yang khas dari ekosistem suatu pulau.

Ketika sisa-sisa Hobbit pertama kali ditemukan, para peneliti juga pernah menemukan bukti adanya “gajah kerdil” atau pygmy elephant, ini menunjukkan bahwa binatang berkulit tebal juga terkena proses island dwarfing di Pulau Flores.

Gómez-Robles mengatakan kepada Discovery News bahwa ada dua makalah baru yang penting karena “mereka menunjukkan bahwa asal-usul Homo floresiensis sangat tua, yang menegaskan bahwa ini adalah spesies yang benar-benar valid dengan akar evolusi yang tua.”

Menurut Gómez-Robles, hal ini memiliki dua implikasi penting, yaitu:

Yang pertama, bahwa ukuran yang sangat kecil yang merupakan karakteristik dari Homo floresiensis mungkin telah berevolusi selama periode yang sangat singkat.

Yang kedua, bahwa ukuran kecil ini tetap stabil selama jangka waktu yang panjang, karena Homo floresiensis lebih baru dari situs Liang Bua ukurannya tetap dan sangat mirip dengan ukuran fosil dari Mata Menge ini, yang mana adalah orang-orang yang dijelaskan dalam dokumen yang terbaru.

Analisis mereka mengindikasikan bahwa fosil dari Mata Menge paling mirip H. erectus, meskipun mereka berukuran jauh lebih kecil dan memiliki banyak fitur struktural yang mirip dengan H. floresiensis.

“Fosil sangat mirip, tetapi fosil Mata Menge sedikit lebih primitif dibandingkan dengan H. floresiensis dari Liang Bua,” ungkap penulis utama studi, Yousuke Kaifu yang juga merupakan arkeolog National Museum of Nature and Science di Tokyo, Jepang.

https://i0.wp.com/www.wapresri.go.id/file/2016/03/1B1A4249.jpg

Orang Indonesia dan Asia Tenggara cenderung lebih kecil dari ras manusia lainnya seperti orang dari kebanyakan ras lain, termasuk ras Kaukasia yang tinggi.

Menurut peneliti, walau tak sekecil Hobbit pada masa lalu, namun hingga pada hari ini, orang-orang dari Indonesia memang cenderung lebih kecil dari ras manusia lainnya, walau ada juga ras Asia selain Indonesia yang juga kecil.

Tapi pada masa kini ras Indonesia jauh lebih tinggi daripada Hobbit, hal ini bisa jadi dimungkinkan karena ras Hobbit telah melakukan perkawinan campuran dengan ras manusia modern, cara yang sama seperti yang dilakukan ras manusia kuno, Neanderthal.

Tetapi penemuan lainnya tentang masalah fosil di manusia Mata Menge tetap akan diperlukan untuk mencari tahu, apa yang terjadi dengan penduduk dari pulau Flores yang masih misterius ini.

Leluhur Homo floresiensis?

Penemuan fosil ini mengeliminasi teori bahwa hobbit merupakan bentuk Homo sapiens yang sakit, dengan kepala lebih kecil dan mengalami kondisi perkembangan yang terhambat seperti down syndrom atau mikrosefali.

Jadi apakah ini fosil leluhur Hobbit yang sebenarnya? Sampel yang jauh lebih tua ini menunjukkan kesamaan menarik dengan H. floresiensis, termasuk ukurannya yang kecil. Dengan demikian, hal tersebut memberikan bukti terbaik bahwa sisa-sisa fosil itu berpotensi sebagai leluhur hobbit.

Temuan Hominid Baru di Situs Mata Menge Telusuri Evolusi Homo floresiensis 5“Sejak hobbit ditemukan, ada dua hipotesis utama tentang leluhurnya,” kata Gerritt van den Bergh, arkeolog Universitas Wollongong di Australia yang turut andil dalam penelitian ini.

Menurut salah satu teori, H. floresiensis merupakan bentuk kerdil dari Homo erectus, kerabat manusia purba yang hidup di Asia Timur dan beberapa bagian Afrika hingga sekitar 143.000 tahun lalu.

Namun sebagian peneliti berpendapat bahwa hobbit bahkan berevolusi lebih awal, dari hominin dengan badan lebih kecil seperti Homo habilis atau Australopithecus.

“Penemuan baru ini menunjukkan bahwa Homo floresiensis memang bentuk kerdil Homo erectus dari Pulau Jawa, sekelompok kecil yang terdampar di Flores dan berkembang dalam isolasi,” kata van den Bergh.

Penelitian lebih lanjut di Liang Bua mengungkap bahwa hobbit membuat peralatan batu. Tetapi tanpa sisa-sisa tambahan, sejarah evolusi mereka menjadi terselubung misteri.

Sejak 2010, tim telah menemukan ribuan peralatan batu dan fosil-fosil gajah kecil, tikus raksasa, komodo dan buaya. Ketika peneliti memperluas penggalian mereka pada 2014, mereka menemukan sisa-sisa tengkorak hominin, termasuk satu fragmen rahang bawah, enam gigi dan sepotong kecil tulang tengkorak.

Bagian dari temuan Hominid baru di situs Mata Menge yang terdiri dari fosil gigi dan rahang dari 3 individu, yaitu satu dewasa dan dua anak-anak.

Bagian dari temuan Hominid baru di situs Mata Menge yang terdiri dari fosil gigi dan rahang dari 3 individu, yaitu satu dewasa dan dua anak-anak.

“Awalnya, kami pikir sedang berhadapan dengan rahang bawah dari spesimen remaja, karena itu sangat kecil, bahkan lebih kecil dari rahang Homo floresiensis,” kata van den Bergh.

“Tapi setelah CT scan, kami terkejut melihat bahwa rongga akar sepenuhnya telah berkembang, menunjukkan bahwa itu adalah spesimen dewasa.”

Meskipun arkeolog belum bisa memastikan bahwa hominin tua tetap milik spesies yang sama dengan H. floresiensis, analisis menunjukkan bahwa penghuni Mata Menge kemungkinan adalah nenek moyang hobbit.

Kategorisasi ini juga didukung oleh peralatan batu dari Mata Menge, yang memiliki kemiripan mencolok dengan yang ditemukan di situs Liang Bua.

Peneliti juga mencatat bahwa peralatan batu lainnya yang telah ditemukan di Flores bertanggal satu juta tahun lalu, kisaran waktu yang sama dengan H. erectus yang tinggal di Jawa.

Dengan menggabungkan semua bukti, kronologi bagaimana H. erectus menetap di Flores dan kemudian menyusut ke ukuran hobbit seperti yang ditemukan di Mata Menge dan Liang Bua mulai terungkap.

Penggalian Lanjutan

Beberapa orang skeptis mungkin berpendapat bahwa tidak masuk akal Homo erectus menyusut hanya dalam rentang waktu 300.000 tahun. Tetapi, Direktur Human Origins Program di National Museum of Natural History Institusi Smithsonian, Rick Potts mengungkapkan bahwa ada studi kasus tercatat dari mamalia lain yang menyusut dengan cepat karena merespon sumber daya yang terbatas atau kurangnya predasi.

Misalnya, rusa merah di pulau Jersey menyusut menjadi seperenam dari ukuran aslinya hanya dalam waktu 6.000 tahun.

Temuan Hominid Baru di Situs Mata Menge Telusuri Evolusi Homo floresiensis 6

Dengan melanjutkan penggalian di Mata Menge, tim peneliti berharap dapat menemukan lebih banyak sisa-sisa tengkorak yang dapat memberikan deskripsi yang lebih kuat dari kerabat manusia ini, serta fosil lebih tua yang mungkin bisa membantu menghubungkan titik-titik perkembangan dan membentuk garis waktu yang kohern untuk “cabang aneh” di pohon evolusi kita.

“Saya pikir, Flores sendiri merupakan laboratorium kecil evolusi manusia yang pada akhirnya akan memungkinkan kita untuk memahami bagaimana tubuh manusia berkembang dalam merespon tekanan lingkungan,” ungkap Potts.

“Mungkin memang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya, tetapi saya pikir itu adalah kesempatan yang luar biasa,” pungkasnya.

Jadi, siapa sebenarnya manusia Mata Menge? Apakah dia Homo floresiensis atau Homo erectus? Atau sebenarnya dia merupakan leluhur hobbit, atau manusia jenis baru? Juga masih misterius.

(IndoCropCircles.com / Nature / DiscoveryNews / NatioanlGeographic)

Pustaka:

Orang Indonesia cenderung lebih kecil dari ras manusia lainnya seperti orang dari kebanyakan ras lain, termasuk ras Kaukasia yang tinggi.

Orang Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia, cenderung lebih kecil dari kebanyakan ras lain, termasuk ras Kaukasia yang lebih tinggi.


Sebuah negara pulau kecil di lepas pantai timur pulau Madagaskar bernama Mauritius (satellite view) ternyata tidak hanya menyimpan keeksotikan pantai dan pegunungannya saja.

Ternyata, negara pulau di Samudera Hindia ini juga diindikasikan menyimpan bukti-bukti kuno tentang sebuah benua yang hilang.

Berbeda dengan benua atau daratan yang sampai sekarang belum dapat dibuktikan dan tetap masih menjadi mitos seperti Atlantis, Lemuria dan lainnya, maka daratan kuno Mauritius ini memiliki bukti sains tentang keberadaannya.

Seperti yang dilansir oleh NBC News (26/2/13), pantai yang mengelilingi Mauritius diduga menjadi saksi bisu tentang keberadaan sebuah benua yang pernah ada.

Hal ini terlihat dari adanya sebuah garis tipis berwarna putih dan tersebar mengelilingi seluruh pantai di sana.

Mauritius beach lineSetelah diteliti, ternyata partikel putih tersebut berumur jauh lebih tua dari umur pulaunya sendiri.

Para peneliti memperkirakan bahwa pulau Mauritius sendiri masih berusia sekitar 8,9 juta tahun, sedangkan partikel putih ini sudah berusia minimal 660 juta tahun.

Para peneliti yang menemukan fakta ini menduga bahwa dulu pernah ada sebuah daratan sebesar benua yang dinamakan Mauritia.

Bahkan ukuran benua tersebut besarnya diperkirakan sebesar wilayah Samudera Hindia yang memisahkan antara India dan Afrika.

Artinya, daratan ini tidak sebesar sebuah benua namun tak pula sekecil sebuah pulau terbesar. Maka para peneliti menamakan ukuran daratan ini sebagai “benua kecil” atau micro continent.

Mauritia Mauritius 2Hilangnya benua ini sendiri diduga karena adanya “kolom magma” yang mengisi kerak bumi.

Hal ini menyebabkan Mauritius menyembul ke atas permukaan dan menenggelamkan Mauritia yang mulai tertutup oleh air.

Hasil penelitian ini sendiri sudah ditulis dalam sebuah jurnal berjudul Nature Geoscience.

Kabarnya, para peneliti yang digawangi oleh Björn Jamtveit dari the University of Oslo akan mencoba mengetahui secara dalam, apakah benar-benar ada bekas daratan sebesar itu di bawah Samudera Hindia. (NBC News/merdeka)

Mauritia Mauritius






 


Permukaan planet Venus tidak seperti Bumi yang ramah untuk makhluk hidup.

Kesempatan untuk hidup di sana bahkan mendekati nol. Namun, menurut sejumlah ilmuwan, beda halnya dengan atmosfer Venus.

Menurut beberapa sumber, kemungkinan bentuk-bentuk kehidupan primitif masih beredar di antara gas-gas yang tercampur di lapisan atmosfer Venus.

Tidak berhenti di situ, para ahli mengatakan rencananya untuk misi lebih lanjut.

Mereka akan melakukan semacam misi sampel untuk mengambil setiap potensi “penghuni” yang mungkin bersembunyi di sana. Demikian diberitakan Daily Galaxy, Maret 2011 silam.

Selama bertahun-tahun, beberapa pesawat ruang angkasa mendekati planet tersebut dan menganalisisnya hingga batas tertentu. Namun, mereka tidak tahu banyak tentang Venus seperti halnya Mars. Planet Merah ini dipelajari ilmuwan non-stop dalam beberapa dekade terakhir.

Meski teori-teori muncul dan mulai menunjukkan ada kehidupan di Mars, Venus bisa jadi menyimpan kejutan besar bagi para ilmuwan, khususnya astrobiologist. Namun, misteri itu dinilai cukup mudah dipecahkan. Menurut ilmuwan, cukup dengan mengirimkan balon terbang ke planet itu untuk menangkap kehidupan di atmosfer Venus.

Di permukaan planet Venus, suhu tercatat sangat tinggi. Panasnya bahkan bisa menguapkan raksa dan mengubah timah padat menjadi genangan air.

Tingkat tekanannya mencapai 20 kali lipat Bumi, sehingga bisa dipastikan bahan dan struktur kehidupan tidak mungkin ada di planet ini. Jika pun ada, kemungkinan mereka yang bertahan dengan kondisi ini sangatlah minim.

Anehnya, atmosfer Venus justru mirip dengan Bumi. Jaraknya cukup jauh dari permukaan. Awannya bahkan memiliki suhu yang sama, begitu pun tingkat tekanannya.

Sejumlah studi, walaupun jumlahnya sedikit, mengatakan bahwa komposisi kimia dari awan ini sangat mirip dengan awan di Bumi sekitar miliaran tahun yang lalu.

Artinya, suasana atmosfer Venus sangat mirip dengan suasana atmosfer Bumi saat terbentuk pertama kali.

Atmosfer di Venus dan Bumi sama-sama tidak mengandung asam sulfat. Ini adalah petunjuk yang menjanjikan bagi banyak orang. Bahkan, orang skeptis pun mengakui bahwa ini perlu dieksplorasi lebih lanjut secara rinci.

Terlepas dari banyak temuan yang dianalisis dari Bumi, faktanya ilmuwan merasa perlu untuk mengirim roket jarak jauh dan mengambil sampel langsung. Hanya dengan cara ini mereka bisa memastikan bahwa kehidupan memang ada atau tidak di permukaan planet tetangga Bumi itu.

venus orbiter

Wahana Jepang ke planet Venus, Akatsuki (kiri) dan Ikaros (kanan)

Tahun 2010 lalu, Jepang juga telah meluncurkan roket, sebagai misi ruang angkasa ke planet Venus. Misi ini bertujuan untuk mempelajari atmosfer Venus dan menguji pesawat bertenaga surya. Dua wahana ini, Akatsuki dan Ikaros, diangkut roket yang diluncurkan dari Jepang selatan.

Ikaros adalah wahana yang menggunakan baling-baling bertenaga surya dan pergerakannya akan bertambah cepat ketika melewati Venus. Ikaros akan mencapai ke sisi terjauh Venus dari matahari.

Para ilmuwan berharap pengetahuan lebih mendalam mengenai planet ini bisa membantu manusia memahami pemanasan global di bumi. (Daily Galaxy/ sm/ar/tn/vs/icc.wp.com)

Cosmic Geometry, between Venus vs the Earth

Cosmic Geometry, between Venus vs the Earth




 



Sekitar tahun 2005 silam, sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Prof. Frank Steiner dari Universitas Ulm, Jerman melakukan observasi terhadap alam semesta untuk menemukan bentuk sebenarnya dari alam semesta raya ini.

Sebab prediksi yang umum selama ini mengatakan bahwa alam semesta berbentuk bulat bundar atau prediksi lain menyebutkan bentuknya datar saja.

Dengan menggunakan sebuah peralatan canggih milik NASA yang bernama “Wilkinson Microwave Anisotropy Prob” (WMAP), mereka mendapatkan sebuah kesimpulan yang sangat mencengangkan, karena menurut hasil penelitian tersebut alam semesta ini ternyata berbentuk seperti terompet..!!

Di mana pada bagian ujung belakang wilayah “terompet” alam semesta itu merupakan alam semesta yang tidak bisa diamati (unobservable), sedang bagian depan, di mana bumi dan seluruh sistem tata surya berada merupakan alam semesta yang masih mungkin untuk diamati (observable).

Beginilah bentuk cosmos jagat raya yang ditemukan oleh saintis, berbentuk terompet. Semakin kearah ujung “terompet” (sebelah kanan) maka semakin banyak galaksi dan bisa diamati.

Bentuk Alam Semesta

Di dalam kitab Tanbihul Ghofilin Jilid 1 hal. 60 ada sebuah hadits panjang yang menceritakan tentang kejadian kiamat yang pada bagian awalnya sangat menarik untuk dicermati.

Abu Hurairah r.a. berkata :

Rasulullah saw bersabda :“Ketika Allah telah selesai menjadikan langit dan bumi, Allah menjadikan sangkakala (terompet) dan diserahkan kepada malaikat Isrofil, kemudian ia letakkan dimulutnya sambil melihat ke Arsy (Singgasana kekuasaan) menantikan bilakah ia diperintah”.

Saya bertanya : “Ya Rasulullah apakah sangkakala itu?”

Jawab Rasulullah : “Bagaikan tanduk dari cahaya.”

Saya tanya : “Bagaimana besarnya?”

Jawab Rasulullah : “Sangat besar bulatannya, demi Allah yang mengutusku sebagai Nabi, besar bulatannya itu seluas langit dan bumi, dan akan ditiup hingga tiga kali.

Tiupan pertama : Nafkhatul faza’ (untuk menakutkan).

Tiupan kedua : Nafkhatus sa’aq (untuk mematikan).

Tiupan ketiga: Nafkhatul ba’ats (untuk menghidupkan kembali atau membangkitkan).”

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa sangkakala atau terompet malaikat Isrofil itu bentuknya seperti tanduk dan terbuat dari cahaya.

Ukuran bulatannya seluas langit dan bumi. Bentuknya laksana tanduk mengingatkan kita pada terompet orang–orang jaman dahulu yang terbuat dari tanduk.

Akhir dari pangkal “terompet” (sebelah kiri) di alam semesta ini tidak terbatas panjangnya dan sangat sempit. Hal ini membuat para saintis semakin tidak bisa mengamati dan menyelidikinya.

Kalimat seluas langit dan bumi dapat dipahami sebagai ukuran yang meliputi/mencakup seluruh wilayah langit (sebagai lambang alam tak nyata/ghoib) dan bumi (sebagai lambang alam nyata/syahadah).

Atau dengan kata lain, bulatan terompet malaikat Isrofil itu melingkar membentang dari alam nyata hingga alam ghoib.

Jika keshohihan hadits di atas bisa dibuktikan dan data yang diperoleh lewat WMAP akurat dan bisa dipertanggungjawabkan maka bisa dipastikan bahwa kita ini bagaikan rama-rama (kupu-kupu) yang hidup di tengah-tengah kaldera gunung berapi paling aktif yang siap meletus kapan saja.

Satu lagi contoh dari banyaknya bukti tentang kebenaran Kitab Suci akhirnya terkuak. Contohnya seperti dalam Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa janin berkembang dengan tiga fase, yang akhirnya menjadi patokan bidang kedokteran di seluruh dunia.

Juga, bahwa matahari dan semua benda langit bergerak tanpa kecuali yang pada masa dahulu disangkal oleh para ilmuwan ternyata juga ada di dalam Al-Qur’an dan masih banyak kebenaran lainnya yang manusia belum dapat menguaknya.

Perlu diketahui pula bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang saintis apalagi seorang astronomis, namun itu semua sudah ada di kitab yang berusia lebih dari 1.400 tahun yang lalu.

Bukti yang tadinya untuk akal manusia saja masih merupakan misteri. Kenapa dan apa yang dimaksud dengan terompet (sangkakala) malaikat Isrofil itu?

Dan Allah telah mengabarkan kedahsyatan terompet malaikat Isrofil itu dalam surah An Naml ayat 87 :

“Dan pada hari ketika terompet di tiup, maka terkejutlah semua yang di langit dan semua yang di bumi kecuali mereka yang di kehendaki Allah. Dan mereka semua datang menghadapNya dengan merendahkan diri.” (An Naml 87)

Makhluk langit saja bisa terkejut apalagi makhluk Bumi yang notabene jauh lebih lemah dan lebih kecil. Pada sambungan hadits di atas ada sedikit preview tentang seperti apa keterkejutan dan ketakutan makhluk bumi kelak.

Pada saat tergoncangnya bumi, manusia bagaikan orang mabuk sehingga ibu yang mengandung gugur kandungannya, yang menyusui lupa pada bayinya, anak-anak jadi beruban dan setan-setan berlarian.

Ada sebuah pertanyaan yang menggelitik, jika terompetnya saja sebesar itu, bagaimana dengan peniupnya dan bagaimana pula Sang Pencipta keduanya? Maha Besar dan Maha Benar Allah SWT dengan segala firmanNya. (Berbagai sumber).