Penjelajah Italia abad ke-13, Marco Polo, mungkin adalah orang Eropa Barat pertama yang meninggalkan catatan terperinci tentang perjalanannya ke Asia. Namun, ia jelas bukan orang pertama yang melakukan perjalanan itu.

"Sejarawan Tiongkok mencatat kunjungan sebelumnya oleh orang-orang yang dianggap sebagai utusan dari Kekaisaran Romawi, yang terjadi selama abad kedua dan ketiga M," tulis Sarah Pruitt kepada History.

Sarah Pruitt menulis artikel yang berjudul Greeks May Have Influenced China’s Terra Cotta Army diterbitkan oleh History pada 17 Oktober 2016.

Pada abad ketiga, selama dinasti Han, muncul pembentukan resmi jalur perdagangan Jalur Sutra, jaringan perdagangan perhentian karavan dan pos perdagangan yang menghubungkan Tiongkok dengan dunia Barat (Eropa).

Menurut para arkeolog dan sejarawan yang sekarang bekerja di Tentara Terakota Tiongkok yang sohor, diperkirakan bahwa kontak antara Timur dan Barat mungkin telah dimulai jauh lebih awal.

"Mereka percaya penampilan patung-patung itu (pasukan terakota Tiongkok) mungkin telah terilhami atau meniru patung-patung Yunani kuno," imbuhnya.

Hal itu menunjukkan adanya pengaruh Barat di era kaisar pertama China, sekitar 1.500 tahun sebelum pelayaran terkenal Marco Polo berlalu.

Kaisar Qin Shi Huang, pendiri dinasti Qin, naik takhta pada 246 SM pada usia 13 tahun. Selama 25 tahun berikutnya, ia menyatukan sejumlah kerajaan yang bertikai dan menerapkan kebijakan stabilisasi, termasuk standarisasi koin, timbangan dan langkah-langkah dan pembangunan jalan dan kanal.

Qin juga melakukan berbagai proyek pembangunan ambisius selama masa pemerintahannya, termasuk versi paling awal dari Tembok Besar Tiongkok, yang dibangun di sepanjang perbatasan utara kekaisarannya untuk melindungi dari invasi barbar, serta mausoleumnya sendiri.

"Menurut tulisan sejarawan istana kuno di Tiongkok, Siam Qian, Qin memerintahkan pembangunan kompleks makam dimulai pada awal masa pemerintahannya," jelasnya.

Lebih dari 700.000 pekerja, bekerja untuk membangunnya selama tiga dekade, dan proyek tersebut tampaknya tidak terselesaikan setelah kematian kaisar pada 209 SM.

Kemudian, di tahun 1974, seorang petani ketakutan karena tersandung pasukan terakota, di mana ia melihat wajah manusia dari tembikar muncul di antara sayuran di ladangnya.

Para arkeolog akhirnya menemukan sekitar 8.000 patung dari lubang di Xi'an, semuanya dibangun untuk mengawal Kaisar Qin ke alam baka dan menjaga tempat peristirahatan terakhirnya.


Sosok prajurit seukuran aslinya termasuk kereta, senjata dan kuda, dan dipahat dengan detail yang mengesankan, sampai ke gaya rambut mereka dan lencana di baju besi mereka.

Sebelum pemerintahan Qin, Tiongkok tidak pernah memiliki tradisi membuat patung seukuran manusia aslinya. Meskipun banyak pasukan terakota terkubur lainnya telah ditemukan, yang sebelumnya ditemukan jauh lebih kecil, hanya berukuran kurang dari 10 inci.

Menurut Li Xiuzhen, seorang arkeolog senior di situs Tentara Terakota, perbedaan skala dan gaya yang signifikan ini kemungkinan terjadi ketika pengaruh Barat tiba di Tiongkok dari tempat lain —khususnya, dari Yunani kuno.

Adanya kekerabatan antara Tiongkok dengan orang-orang Yunani Kuno semakin memungkinkan adanya pembuatan patung. Terlebih lagi, seniman Yunani bahkan mungkin telah berada di Tiongkok untuk membimbing orang-orang Tiongkok teknik pembuatan patung.


Belajar dari cerita film Netflix popular terbaru berjudul “Don’t Look Up” yang seolah mengajarkan kepada kita semua tentang pentingnya meningkatkan kesadaran publik akan potensi efek  bencana dari dampak asteroid ke planet Bumi, penelitian baru ini berusaha menjelaskan bagaimana dampak Chicxulub 66 juta tahun yang lalu mengakibatkan kepunahan 75 persen hewan di Bumi, termasuk dinosaurus.

Sebuah asteroid besar, yang memiliki diameter kira-kira 10 kilometer ini, menghantam semenanjung Yucatán utara Meksiko, dampaknya mengeluarkan material yang kira-kira setara dengan area seukuran Connecticut dan lebih dari dua kali lebih tinggi dari Gunung Everest, sehingga mendistribusikannya ke seluruh dunia.

"Ledakan dan kejatuhan dampak memicu kebakaran yang meluas, bersamaan dengan debu batu, jelaga, dan bahan mudah menguap yang dikeluarkan dari kawah, menghapus matahari secara global dalam dampak musim dingin yang mungkin telah berlangsung bertahun-tahun, dan mengakibatkan kepunahan," kata Christopher Junium, seorang profesor ilmu Bumi dan Lingkungan yang memimpin kelompok penelitian Geobiologi, Astrobiologi, Paleoklimat, Paleoseanografi di Sekolah Tinggi Seni dan Ilmu Pengetahuan di Universitas Syracuse.

Para ilmuwan telah lama mengimplikasikan partikel halus sulfat di stratosfer sebagai agen utama perubahan iklim besar-besaran dan mengakibatkan kepunahan massal, tetapi tidak pasti mengenai nasib belerang. "Ada ketidakpastian mengenai seberapa jauh mencapai stratosfer di mana pengaruhnya terhadap iklim akan sangat diperbesar," kata Junium.

Selama beberapa dekade, teori kepunahan dinosaurus yang berlaku menunjukkan bahwa asteroid menabrak planet ini, lalu menyebabkan kehancuran dahsyat yang memusnahkan sebagian besar kehidupan di planet ini. Namun, tidak ada yang memperhatikan bahwa dampak Chicxulub ini telah melepaskan sejumlah besar belerang.

Dalam penelitian yang diterbitkan 21 Maret 2022 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences berjudul Massive perturbations to atmospheric sulfur in the aftermath of the Chicxulub impact, sebuah tim gabungan dari Syracuse University, University of St Andrews di Skotlandia, University of Bristol di Inggris dan Texas A&M University menghubungkan tingkat belerang stratosfer yang tinggi dengan dampak dan lokasinya, yang kaya akan mineral sulfat gipsum.

Sementara dampak komet, asteroid, dan benda planet lainnya biasa terjadi selama sejarah Bumi, catatan geologis mengungkapkan sedikit tentang bagaimana dampak tersebut mengubah jalan kehidupan. Dampak Chicxulub unik dalam mengatur ulang keseimbangan biosfer Bumi dan dalam catatan geologi yang tertinggal, lapisan tipis sedimen yang disebut batas K-Pg, ditemukan di seluruh dunia dalam batuan laut dan darat.

Gas-gas tersebut beredar secara global selama bertahun-tahun di atmosfer bumi, mendinginkan iklim dan berkontribusi pada kepunahan massal kehidupan. Kepunahan ini merupakan bencana bagi dinosaurus dan kehidupan lainnya juga. Pada saat yang sama, memungkinkan diversifikasi mamalia, termasuk primata.

“Salah satu alasan dampak khusus ini begitu menghancurkan kehidupan tampaknya adalah karena ia mendarat di lingkungan laut yang kaya akan belerang dan zat mudah menguap lainnya. Dinosaurus benar-benar tidak beruntung!” ujar Dr. Aubrey Zerkle dari School of Earth and Environmental Sciences di University of St Andrews.

“Kami memeriksa isotop belerang langka dalam material yang dikeluarkan oleh tumbukan dan disimpan di kursi terdekat, sekarang diwakili oleh bebatuan yang ditemukan di sepanjang Sungai Brazos di Texas.” tutur Zerkle. "Sidik jari unik yang kami ukur dalam sedimen tumbukan ini memberikan bukti langsung pertama tentang pentingnya aerosol belerang dalam bencana perubahan iklim dan pendinginan."

“Data kami memberikan bukti langsung pertama dari fraksinasi massa independen dari isotop belerang (S-MIF) yang diawetkan dalam bahan ejeksi tumbukan Chicxulub yang disimpan di lingkungan laut di Dataran Pesisir Teluk Amerika Utara.” kata James Witts dari School of Earth Sciences di University of Bristol.

“Belerang atmosfer di stratosfer menyebarkan radiasi matahari yang masuk dan pendinginan skala planet yang berkepanjangan selama bertahun-tahun setelah dampak aslinya, menyebabkan hujan asam dan mengurangi cahaya yang tersedia untuk fotosintesis yang sangat penting bagi kehidupan tumbuhan dan plankton laut yang membentuk dasar rantai makanan.” papar Junium. “Dan durasi pendinginan yang diperpanjang inilah yang kemungkinan memainkan peran sentral dalam tingkat keparahan kepunahan.”


Theodore de Bry merupakan seorang pengukir sohor berkebangsaan Belgia. Ia lahir pada tahun 1528 di Keuskupan Liège, di selatan Belanda (sekarang Belgia).

Ia terkenal dengan ukirannya dimana ayahnya telah menjadi seorang pandai emas dan de Bry banyak belajar darinya. Ukirannya diterbitkan ke dalam beberapa volume, dimana beberapa di antaranya mengisahkan tentang kanibalisme di Brasil.

Meskipun de Bry paling terkenal dengan ukiran pelayaran Eropa ke Amerika (dan Afrika, dan Asia), dia tidak pernah benar-benar melakukan perjalanan melintasi Atlantik.

Maka tidak mengherankan jika penggambaran dalam ukiran de Bry tentang masyarakat adat di Amerika, merupakan kombinasi dari karya seniman lain yang telah menemani ekspedisi orang Eropa awal ke Amerika.

Diketahui, de Bry menerbitkan The Petits Voyages yang terdiri dari tiga belas jilid. Seri itu diterbitkan berangsur-angsur antara tahun 1597 dan 1633.

Salah satu seri dalam volume ketiganya, "ia menceritakan pengalaman kanibalisme yang dialami Hans Staden di Brasil," tulis Lauren Kilroy-Ewbank kepada Smart History dalam artikel Inventing "America," The Engravings of Theodore de Bry, terbit pada 18 Mei 2019.

Hans Staden merupakan seorang tentara Jerman yang melakukan perjalanan ke Amerika Selatan. Ia telah ditangkap pada tahun 1553 oleh Tupinambá, sebuah kelompok Pribumi di Brasil.

Tidak dikisahkan lebih jelas tentang kondisi Hans Staden selama ditangkap oleh komunitas lokal Tupinambá. Yang jelas, Staden dikatakan berhasil keluar dari penahanan suku tersebut dan kembali ke Eropa setelahnya.

"Setelah kembali ke Eropa pada tahun 1557, Staden menulis tentang (ritus) adat Tupinambá, kehidupan keluarga, dan kanibalisme mereka," imbuhnya.

Tulisan Hans Staden juga menjelaskan bagaimana sekelompok adat Tupinambá mempraktikkan kanibalisme itu secara seremonial, terutama saat prosesi memakan musuh mereka!

Sejatinya, buku awal Staden termasuk potongan kisah yang sederhana, tetapi ukiran de Bry telah memengaruhi dunia. Ukirannya yang diperbarui, terbukti jauh lebih populer dan bertahan lama dalam imajinasi budaya Eropa. 

Persepsi dunia tentang penduduk asli Brasil dibentuk melalui gambar-gambar yang diukir de Bry, dan memperkuat gagasan bahwa Tupinambá, dan orang lain seperti mereka, bejat, primitif, dan berdosa.

Salah satu gambarnya menggambarkan orang dewasa dan anak-anak bertelanjang dada sembari meminum kaldu yang terbuat dari kepala dan usus manusia. Kekejian itu terlihat juga di piring di tengah kerumunan sekelompok adat itu.


Penggambaran lain dari kelompok pribumi Tupinambá, menunjukkan api di bawah panggangan, di mana bagian tubuh manusia sedang dipanggang. Orang-orang Tupinamba dengan kebrutalannya mengelilingi daging manusia yang sedang dipanggang.

Kanibalisme akan selalu dikaitkan erat dengan orang-orang di Amerika Kuno, utamanya Amerika Latin dan Brasil. De Bry bahkan akan menggunakan gambar dengan tema kanibalisme untuk menjadi bagian depan yang terukir di volume 3.

Dalam cover tersebut, Theodore de Bry menampilkan komunitas pribumi Tupinambá tengah memakan daging manusia, membuat mereka terlihat eksotis, dan menegaskan kontrol Eropa di baliknya.


Tidak diragukan lagi, Colosseum Romawi merupakan salah satu tengara paling ikonik dari dunia kuno. Amfiteater ini dibangun untuk menghibur masyarakat dengan pertarungan gladiator yang sadis dan berdarah. Hingga kini, turis dari berbagai belahan dunia terus mengunjungi bangunan bersejarah ini. Namun tahukah Anda jika tengara ikonik ini menyimpan sebuah rahasia aneh dan menarik? Konon, Colosseum dibangun dengan menggunakan urine. Ini mungkin terdengar aneh dan agak menggelikan bagi orang di zaman modern.

Mengapa kaisar menarik pajak urine?

Faktanya, sebagai salah satu kekaisaran terbesar dalam sejarah, Romawi cukup kreatif dalam menarik pajak. Kaisar menarik pajak untuk hampir semua hal, tidak terkecuali urine. Penarikan pajak urine ini dilakukan selama masa kepemimpinan Kaisar Vespasianus.

Untuk memahami mengapa Vespasianus menarik pajak urine, kita harus kembali ke masa pemerintahan sebelumnya. Pendahulu Vespasianus tidak lain adalah Nero. Ia terkenal sebagai kaisar gila yang bertanggung jawab atas kebakaran besar Roma. Kesukaan Nero akan kemewahan hampir membuat kekaisaran bangkrut.

Meski dikenal gila dan kreatif, Nero dikenal cukup adil dengan orang miskin. Ingin terus mendanai gaya hidupnya yang mewah, Nero mulai memungut pajak untuk semuanya. Akan tetapi targetnya adalah orang kaya. Kemungkinan besar inilah yang membuat Nero tidak populer.

Nero memaksa orang kaya dan pemilik tanah untuk memberikan tanahnya pada kekaisaran. Di antara banyak pajak, ia pun mengenakan pajak atas urine. Namun, tindakannya ini diprotes massa. “Tidak ingin membuat rakyat murka, ia pun mencabut keputusannya itu,” tutur María Isabel Carrasco Cara Chards di laman Cultura Colectiva.

Namun mengapa urine pun dikenakan pajak? Apakah bangsa Romawi sangat membutuhkan uang? Bagi orang Romawi kuno, urine memiliki banyak manfaat berkat kandungan amonianya. Urine digunakan untuk mencuci pakaian, melembutkan kulit, membersihkan rumah, dan bahkan memutihkan gigi.

Hanya orang kaya yang memiliki toilet pribadi. Maka mereka yang tidak memiliki toilet harus menggunakan toilet umum. Pemilik toilet umum akan mengumpulkan urine dari wadah khusus dan menjualnya ke penyamak, tukang cuci, dan pedagang kain.

Pajak urine di masa pemerintahan Kaisar Vespasianus

Setelah kematian Nero dan konflik yang bergejolak, Vespasianus diangkat menjadi kaisar. Dia adalah seorang militer yang sangat pragmatis. Selain itu, Vespasianus juga piawai dalam mengatur keuangan.

Nero meninggalkan kekaisaran dalam situasi ekonomi yang buruk, dan Vespasianus tahu bagaimana memperbaikinya dan mengembalikan Romawi ke kejayaannya. Jawabannya adalah pajak, salah satunya adalah pajak urine.

Vespasianus memperkenalkan kembali pajak urine pada tahun 70 Masehi. Terlepas dari ketidakpuasan publik, kas kekaisaran pun terisi kembali berkat urine.

Uang yang diperoleh kekaisaran dari urine begitu besar. Namun itu membuat putranya, Titus, merasa jijik. Ia dikatakan menghina sang ayah dan berpendapat bahwa uang kekaisaran berasal dari urine. Untuk memberi pelajaran kepada putranya, Vespasianus melemparkan seikat koin kepada Titus dan bertanya apakah baunya menyengat. Ketika putranya mengatakan tidak, dia mengucapkan salah satu ungkapan legendarisnya: “pecunia non olet”. Ungkapannya itu berarti uang tidak bau.

Apakah Colosseum dibiayai dengan urine?

Jadi, apakah Colosseum yang megah dibayar dengan pajak urine? Seperti disebutkan, Vespasianus memperkenalkan pajak urine pada tahun 70 Masehi. Pembangunan Amfiteater Flavian atau Colosseum dimulai dua tahun sejak pajak urine mengisi kas kekaisaran.

Colosseum adalah salah satu proyek Vespasianus yang paling terkenal. Setelah bencana yang ditinggalkan oleh Nero, tujuan Vespasianus adalah membawa Romawi ke kejayaannya. Berhasil membuktikan bahwa metode ketatnya untuk memulihkan keuangan itu efektif, ia memutuskan untuk membangun amfiteater besar di ibu kota. Untuk menegaskan, Vespasianus bahkan membangun amfiteater itu di atas Istana Emas atau Domus Aurea milik Nero.


Vespasianus memulai pembangunan Colosseum Romawi pada tahun 72 Masehi. Dibutuhkan waktu selama delapan tahun untuk menyelesaikannya. Pada tahun 80 M, Colosseum pun dibuka untuk umum.

Vespasianus tidak menyaksikan proyek berharganya selesai, tetapi Titus menikmati penghargaan berkat kemegahan tengara yang terkenal itu.

Namun apakah Colosseum benar-benar dibangun dengan pajak urine? Hampir tidak mungkin untuk menemukan sumber dana mana saja untuk pembangunan Colosseum. Namun pajak urine menjadi salah satu sumber keuangan yang paling menguntungkan selama pemerintahan Vespasianus. Jadi dapat disimpulkan bahwa setidaknya pajak urine turut andil dalam pembangunan Colosseum yang tersohor itu.


Dalam mitologi Babilonia, Irkalla adalah dunia bawah yang tidak dapat kembali lagi. Alam orang mati atau dunia bawah disebut juga Arali, Kur, Kigal, Gizal.

Ada dua tradisi yang menjelaskan bagaimana manusia memasuki alam baka. Menurut salah satu dari mereka, jalan menuju alam baka melewati padang rumput yang dipenuhi setan, melintasi Sungai Khubur, dan kemudian melalui tujuh gerbang yang dijaga ketat.

Versi lain menggambarkan jalan menuju alam baka yang dilintasi dengan perahu menyusuri salah satu sungai di bumi bagian atas dan melintasi apsu (perairan manis di bawah bumi) ke Irkalla, bumi bagian bawah.

Pada awalnya, satu-satunya penguasa Irkalla adalah Ereshkigal (Ratu Agung Bawah), cucu perempuan Enlil dan kakak perempuan Inanna (Ishtar). Penilaian dan hukum Ereshkigal selalu tak terbantahkan. Kemudian dia memerintah dunia bawah dengan suaminya, Nergal, raja kematian yang membawa penyakit, wabah, dan semua kemalangan yang disebabkan oleh panas.


Irkalla adalah tempat tinggal banyak setan, termasuk Lamashtu pemakan anak-anak yang mengerikan, setan angin yang menakutkan dan dewa pelindung Pazuzu, dan setan besar gallas (gallus), yang menyeret manusia ke Irkalla.

Lokasi Irkalla

Berdasarkan berbagai teks, dapat diasumsikan bahwa orang Babilonia menemukan pintu masuk ke dunia bawah tanah, tempat matahari terbenam, di gurun barat. Dewa matahari Babilonia, Shamash turun ke wilayah ini di malam hari dan muncul lagi dari pegunungan di timur, di pagi hari. Dunia bawah terletak bahkan lebih rendah dari Abzu, lautan air tawar di bawah bumi.

Makam Orang Mati Jadi Pintu Masuk Irkalla

Dalam tulisan Babilonia, kuburan adalah pintu masuk ke dunia bawah tanah bagi orang yang dimakamkan di dalamnya. Mitos Babilonia diilhami oleh kepercayaan Sumeria, dan kemudian diulang dan dikembangkan lebih lanjut.

Semua orang, terlepas dari posisi, usia, atau moral mereka, diturunkan setelah kematian ke Irkalla. Itu adalah kehidupan setelah kematian yang sama untuk semua jiwa. Satu-satunya makanan atau minuman adalah debu kering, tetapi anggota keluarga almarhum akan menuangkan persembahan untuk mereka minum.

Dalam The Ark Before Nuh: Decoding the Story of the Flood, Irving Finkel, mengutip deskripsi Irkalla, sebagai tempat yang suram: Dunia bawah digambarkan sebagai tempat yang suram:

“Ke rumah suram, kursi dunia akhirat. Ke rumah yang tidak ditinggalkan siapa pun yang masuk. Ke jalan yang perjalanannya tidak akan kembali. Ke rumah yang para pendatangnya kehilangan cahaya. Di mana debu adalah rezeki mereka dan tanah liat makanan mereka. Mereka tidak melihat cahaya tetapi berdiam dalam kegelapan. Mereka berpakaian seperti burung di sayap untuk pakaian, dan debu telah berkumpul di pintu dan baut.”

Tidak semua pandangan tentang akhirat sama di antara kepercayaan kuno dari budaya lain. Tidak seperti pandangan lain tentang kehidupan setelah kematian, di dunia bawah Sumeria, tidak ada penghakiman akhir dari almarhum dan orang mati tidak dihukum atau diberi penghargaan atas perbuatan mereka dalam hidup. Kualitas keberadaan seseorang di dunia bawah ditentukan oleh kondisi penguburannya.

Sebagai alam gelap bawah tanah, terputus dari kehidupan dan dari Tuhan, Irkalla adalah tujuan akhir bagi semua yang mati. Alam ini mirip dengan Sheol (She'ol) dari Alkitab Ibrani, di mana semua orang mati,  baik yang benar maupun yang tidak benar, harus bertemu, terlepas dari pilihan moral dan perbuatan yang dibuat dalam hidup.

Akan tetapi pada saat yang sama, sangat berbeda dari visi kehidupan setelah kematian yang lebih penuh harapan yang kemudian muncul dalam filsafat Platonis, Yudaisme, dan Kristen, dan tidak seperti visi kehidupan setelah kematian Mesir kuno.

Setelah menyeberangi sungai Hubar, almarhum (telanjang atau berpakaian bulu seperti burung) berdiri di depan tujuh tembok kota dan harus melewati tujuh pintu gerbang yang dijaga oleh para penjaga. Di Irkalla, almarhum harus menghadapi Ereshkigal saat ia lahir tanpa pakaian dan perhiasan pribadi. Penguasa akan mengumumkan mereka mati, dan nama mereka akan dicatat pada sebuah tablet oleh seorang juru tulis.


Pegunungan Andes adalah tempat tebing-tebing besar, arus deras dan ngarai yang menakutkan. Untuk mendirikan peradaban besar di medan ekstrem ini, jembatan menjadi penting.

Praktik kuno membuat jembatan gantung telah ada sejak lama di Peru—mungkin sejak budaya Wari, yang berkembang dari tahun 600–1000 M. Pada suatu waktu, lusinan jembatan semacam itu dianggap telah menghubungkan komunitas melintasi ngarai dan sungai.

Alih-alih memusatkan seluruh energi mereka untuk membangun bangunan batu besar yang akan memakan waktu puluhan tahun atau bahkan berabad-abad lamanya, suku Inca membangun jembatan gantung tali yang dapat didirikan hanya dalam hitungan hari.

"Jembatan tali Inca membentang lebih jauh daripada jembatan Eropa mana pun di era yang sama dan juga sangat kuat," tulis Nick Dal kepada SA Expeditions, dalam artikel berjudul A closer look at Inca rope bridges, publikasi 31 Mei 2016. 

Profesor MIT (Massachusetts Institute of Technology), John Ochsendorf, telah melakukan tes yang menunjukkan bahwa kabel jembatan Inca merupakan yang paling kokoh di zamannya. 

Jembatan tali dibuat dengan menggabungkan kulit, tanaman merambat dan cabang, yang dapat menopang sekitar 90 ribu kilogram. 

"Jembatan-jembatan itu sangat kuat dan menakjubkan, sehingga saat suku dari luar melihatnya, mereka akan tunduk kepada suku Inca tanpa perlawanan," ungkap Wayne Clough dalam tulisan Dal.

Diketahui, para penakluk akan menjadi ciut dan mulai berkurang pasukannya, ketika mereka menjadi merangkak karena ketakutan, melintasi jembatan tali yang bergoyang di atas ribuan meter di atas jurang di antara tebing curam, meskipun jembatan itu dapat menahan beban ribuan tentara.

Orang Spanyol awal (datang untuk menguasai Peru di era kolonial), seperti Pedro de Cieza de León, terpesona dengan jembatan Inca," lanjutnya.

Tetapi kedatangan orang-orang Spanyol memiliki efek yang menghancurkan bagi masyarakat adat setempat. Orang Eropa membawa penyakit yang menghancurkan populasi Pribumi. Komunitas lokal berkurang yang menjadikan Inca benar-benar sepi.

Ketertarikan orang Spanyol pada mineral berharga, seperti emas dan perak, juga mengalihkan upaya masyarakat adat ke kegiatan lain, seringkali meninggalkan kewajiban komunal lainnya, seperti membangun jembatan.

Hanya satu jembatan tali Inca yang mampu bertahan sampai hari ini. Jembatan itu bernama Q'eswachaka, membentang di sungai Apurimac dekat Huinchiri di Peru, sekitar tiga jam perjalanan dari Cusco, ibu kota Inca dulu.

Jembatan rumput tenunan tangan ini membentang sepanjang 120 kaki. Dibangun kembali setiap satu atau dua tahun sebagai upaya bersama melestarikan peradaban Inca, oleh semua penduduk lokal di wilayah tersebut.

Sekitar 700 pria dan wanita berkumpul di Q'eswachaka untuk pesta yang merayakan pembangunan jembatan. Pesta berlangsung selama empat hari setiap bulan Juni.

Tiga hari pertama didedikasikan untuk pembangunan jembatan, sedangkan hari terakhir – Minggu kedua di bulan Juni –menampilkan musik dan tarian khas yang juga memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk berjalan melintasi jembatan yang telah selesai dibangun.

Melalui sejarah Inca, dengan penuh semangat, Q'eswachaka telah mengumpulkan cukup banyak perhatian ilmiah dan media, hingga beberapa film pendek yang telah dibuat untuk mendedikasikan jembatan tersebut.


"Apresiasi global terhadap jembatan gantung di Andes sudah ada sejak lama," tulis Lidio Valdez dan Cirilo Vivanco kepada Atlas Obscura, dalam artikelnya berjudul Peru’s Incan Rope Bridges Are Hanging by a Thread, publikasi 27 September 2021.

Sampai saat ini, jembatan itu tampak seperti benang belaka, struktur yang rapuh dan bergoyang, namun masih sering dilintasi oleh manusia dan hewan, yang membawa beban di punggung mereka.

Para pelancong yang hendak melintas, menghitung waktu perjalanan mereka untuk bisa mencapai jembatan pada dini hari, sebelum angin kencang datang yang membuat jembatan bergoyang dan membahayakan diri mereka.


Dunia sains Barat, tentu tak terlalu familiar dengan nama Abū ‘Alī al-Ḥasan ibn al-Haytham, kecuali anda akan menemukan sebutan 'Alhazen' untuk merujuk pada orang yang dimaksud, ilmuwan dan penemu optik modern.

"Alhazen melakukan eksperimen pada propagasi cahaya, warna, ilusi optik dan refleksi. Dia memeriksa pembiasan sinar cahaya melalui media transparan (udara, air) dan mendokumentasikan hukum pembiasan," tulis Pūyān. 

Nasir Pūyān (Nasser Pouyaan) dalam International Journal of Optics and Applications, mengisahkan kehebatan Alhazen. Jurnalnya berjudul Alhazen, the Founder of Physiological Optics and Spectacles, dipublikasi pada tahun 2014.

Alhazen atau ibnu al-Haytham, adalah seorang ilmuwan arab dari Basra (Irak) yang populer sejak abad ke-15. Bahkan, Ibnu al-Haytham adalah orang pertama yang meletakkan dasar optik fisiologis, yang menyangkut prinsip optik mata dan penglihatan. 

Karyanya yang paling mengemuka dan berkembang terus hingga hari ini adalah penemuan kamera obscura. Melalui telaahnya dari surah Al-Kusuf tentang gerhana, ia berdeliberasi dan mendiskusikan tentang kajiannya, yang menghasilkan kamera dan obscura.

Kehebatannya telah diakui, tak hanya di dunia Islam, tapi juga dunia Barat, utamanya di bidang keilmuan. Beragam pemikirannya telah mengilhami sejumlah ilmuwan kontemporer, hingga karyanya dikenal di seluruh dunia.

Berkat gagasan dan karya cemerlangnya, Alhazen mengilhami sejumlah ilmuwan kenamaan, seperti Roger Bacon, René Descartes, Leonardo da Vinci, Christian Huygens, Johannes Kepler dan banyak ilmuwan lainnya.

Kebesarannya, membuat namanya diabadikan. W.R Birt menulis kajiannya tentang kawah-kawah yang ada di bulan, dalam jurnal Astronomical Register, berjudul The Lunar Crater Alhazen yang dipublikasi pada 1867. 

Selain sebagai penemu optik modern, Ibnu Haytham atau Alhazen adalah seorang astronom terkemuka. Ia banyak berteori tentang hipotesis planet, bumi, bulan dan sistem tata surya, membuatnya dikenang dunia.

Nama Alhazen kemudian diabadikan pada salah satu tumbukan kawah yang ada di Bulan. Kawah tersebut berada tepat di selatan-tenggara kawah Hansen, dan di barat Mare Crisium. 

"Tepi kawah Alhazen hampir melingkar, tetapi tampak sangat lonjong jika dilihat dari Bumi," ungkapnya. Dinding bagian dalam dan lantai kawah, kasar dan tidak beraturan. Tentunya penamaan ini ditujukan untuk ilmuwan terkemuka Arab, Ibnu Haytham.

"Kawah Alhazen di bulan dinamai sebagai bentuk penghormatan kepadanya, seperti halnya juga sebuah asteroid yang dinamai asteroid 59239 Alhazen," imbuhnya.

Meskipun, menurut laporan Birt dalam tulisannya, dalam beberapa kurun waktu, kawah Alhazen dianggap menghilang atau sulit ditemui karena berada di balik dataran tinggi atau pegunungan bulan.

"Sebagaimana dijelaskan Schröter (peneliti yang merupakan ahli astronomi kontemporer), Alhazen berada diantara dua gunung," ungkap Birt. Baru pada 2 September 1867, Birt dan tim astronominya, kembali melihat kawah Alhazen dari bumi.

Melalui penamaan Alhazen pada benda-benda langit, diharapkan nama Ibu Haytham yang lebih dikenal dunia Barat dengan Alhazen, akan kekal dan terus dikenang dunia, sebagaimana karya-karya dan jasanya untuk ilmu pengetahuan dan dunia astronomi.


Menariknya, selain diabadikan di bulan dan benda antariksa lainnya, nama Alhazen beserta figur dirinya, juga terpampang dalam uang kertas 10.000 dinar Irak yang diterbitkan pada tahun 2003, dan uang kertas 10 dinar, pada 1982.

Ada juga sebuah fasilitas penelitian yang diprakarsai oleh Saddam Hussein, tentang penelitian senjata kimia dan biologi di Irak, yang juga dicurigai oleh inspektur senjata PBB, dinamai Alhazen.



 


Seekor kelinci belang sumatra telah diselamatkan oleh petugas satwa liar Indonesia setelah ditemukan secara tidak sengaja di Facebook. Kelinci belang sumtra ini secara luas dianggap sebagai kelinci paling langka di dunia.

Keberadaan spesies ini diketahui dari selusin spesimen yang dikumpulkan pada awal abad ke-20 yang kini disimpan di museum Belanda. Sejak saat itu, hanya ada penampakan sesekali dari spesies yang rentan ini di alam liar dan beberapa fotonya dari hasil jebakan kamera.

Kelinci belang ini dianggap sebagai spesies paling langka di antara semua lagomorph (kelinci, terwelu, dan pika). Kelinci ini sangat langka sehingga ketika muncul di Facebook pada Agustus lalu, sejumlah komunitas konservasi serta para pejabat dari Taman Nasional Kerinci Seblat di Pulau Sumatra Indonesia dengan cepat melacak calon penjual tersebut dan menyelamatkan hewan yang tak ternilai harganya itu.

Kelinci itu berhasil dievakuasi dengan aman pada saat para petugas bertemu dengan calon penjual itu. Si calon penjual adalah seorang petani yang menangkap hewan itu secara kebetulan di tepi taman nasional di sebelah sungai yang baru saja banjir deras. Kelinci itu mengalami luka ringan di bagian panggulnya. Kemungkinan, luka itu timbul akibat banjir bandang.

Deborah Martyr, manajer program dari Fauna & Flora International (FFI) yang menjadi penasihat Unit Perlindungan & Konservasi Harimau, mengatakan kesempatan tak terduga untuk mengamati spesies yang sulit dipahami seperti itu memiliki makna ilmiah yang sangat besar.

"Sangat sedikit yang diketahui tentang hewan ini, selain hewan ini menunjukkan preferensi yang nyata untuk bukit berlumut dan hutan submontana. Satu-satunya spesimen dari Sumatra berasal dari masa penjajahan Belanda – dan berada di Belanda, bukan Indonesia," ujar Martyr dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh FFI, seperti dilansir Channel News Asia (CNA).

Martyr mengatakan para petugas dari taman nasional menjelaskan kepada petani itu soal apa yang dia miliki. "Begitu petani yang menangkap kelinci ini memahami kelangkaannya, dia senang melihat kelinci itu kembali ke taman nasional," katanya.

Kelinci langka itu kini telah dilepaskan kembali dengan aman ke hutan oleh para penjaga taman naisonal. Kelinci itu dilepaskan di lokasi yang dipilih berdasarkan data jebakan kamera yang ada.

Herizal, anggota tim pelepasliaran kelinci itu, mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya dia melihat kelinci belang meski sudah lebih dari delapan tahun berpatroli jauh di dalam taman nasional tersebut.

"Itu selalu baik untuk melepaskan hewan kembali ke alam liar – dan ini jauh lebih sedikit stres daripada melepaskan harimau. Kami melepaskan kelinci itu dan kelinci itu melihat sekeliling – lalu mulai memakan daun. Rasanya sangat santai," kata Herizal, yang merupakan community ranger di salah satu Unit Perlindungan & Konservasi Harimau di taman nasional tersebut.

Tamen Sitorus, direktur Taman Nasional Kerinci Seblat, mengatakan dia bangga dengan par stafnya karena menanggapi laporan ini dengan sangat profesional dan berhasil mengembalikan kelinci itu ke taman nasional. "Saya berharap sampel yang diambil dan data lain yang dikumpulkan dapat bermanfaat bagi para ilmuwan Indonesia dalam membangun pengetahuan tentang hewan yang kurang dikenal ini," katanya dalam pernyataan yang sama.

"Walaupun (Taman Nasional) Kerinci Seblat terkenal di dunia karena keanekaragaman hayatinya, hewan karismatik yang lebih besar seperti harimau, gajah, dan rangkong gadinglah yang biasanya menjadi berita utama. Orang-orang sering lupa bahwa taman ini juga melindungi spesies langka seperti kelinci belang sumatra dan habitatnya."

Kelinci belang sumatara masuk dalam kategori Data Deficiency dalam Daftar Merah. Populasi spesies ini tidak diketahui tetapi kelinci itu sangat langka.

Foto pertama spesies ini di alam liar diambil pada tahun 1997. Sejak saat itu, kelinci itu hanya tertangkap kamera beberapa kali.


 Hampir tiga ratus tahun setelah orang Romawi pergi, para sarjana seperti Bede menulis tentang Angles dan Saxon serta migrasi mereka ke Kepulauan Inggris. Para sarjana dari banyak disiplin ilmu, termasuk arkeologi, sejarah, ahli bahasa, dan genetika, telah memperdebatkan apa yang mungkin dijelaskan oleh kata-katanya, dan apa skala, sifat, serta dampak migrasi manusia pada waktu itu.

Hasil genetik baru saat ini menunjukkan bahwa sekitar 75 persen populasi di Inggris Timur dan Selatan terdiri dari keluarga migran yang nenek moyangnya pasti berasal dari wilayah benua yang berbatasan dengan Laut Utara. Termasuk Belanda, Jerman, dan Denmark. Terlebih lagi, keluarga-keluarga ini kawin silang dengan populasi Inggris yang ada. Akan tetapi yang terpenting integrasi ini bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain dan dari komunitas ke komunitas.

"Dengan 278 genom kuno dari Inggris dan ratusan lainnya dari Eropa, kami sekarang memperoleh wawasan yang sangat menarik tentang skala populasi dan sejarah individu selama masa pasca-Romawi," kata Joscha Gretzinger, penulis utama studi tersebut. "Kami sekarang tidak hanya memiliki gagasan tentang skala migrasi, tetapi juga bagaimana hal itu terjadi di masyarakat dan keluarga."

Hasil studi ini telah dipublikasikan di jurnal Nature pada 21 September dengan judul "The Anglo-Saxon migration and the formation of the early English gene pool."


Menggunakan data genetik yang diterbitkan dari lebih dari 4.000 orang Eropa kuno dan 10.000 orang Eropa masa kini, Gretzinger dan rekannya mengidentifikasi perbedaan genetik yang tidak kentara antara kelompok yang terkait erat yang menghuni wilayah Laut Utara kuno.

Setibanya di sana, para pendatang berbaur dengan penduduk setempat. Dalam satu kasus, di pemakaman Anglo-Saxon dari Buckland dekat Dover, para peneliti mampu merekonstruksi pohon keluarga di setidaknya empat generasi. Serta mengidentifikasi titik waktu ketika migran dan penduduk lokal menikah. Keluarga ini menunjukkan tingkat interaksi yang besar antara dua kumpulan gen. Secara keseluruhan, para peneliti menyaksikan penguburan dengan status menonjol di seluruh kuburan yang diteliti, baik yang berasal dari lokal maupun pendatang.

Tim interdisipliner yang terdiri dari lebih dari 70 penulis ini mampu mengintegrasikan data arkeologi dengan hasil genetik baru. Ini mengungkapkan bahwa wanita asal imigran lebih sering dikubur dengan artefak daripada wanita lokal. Terutama mengingat barang-barang seperti bros dan manik-manik yang ditemukan.

Menariknya, pria dengan senjata seringnya ditemukan memiliki kedua asal usul genetik yang sama. Perbedaan-perbedaan ini dimediasi secara lokal dengan penguburan terkemuka atau kuburan kaya yang terlihat di berbagai asal. Misalnya, seorang wanita yang dikubur dengan seekor sapi utuh di Cambridgeshire secara genetik bercampur, dengan mayoritas keturunan lokal.


"Kami melihat variasi yang cukup besar dalam bagaimana migrasi ini memengaruhi komunitas. Di beberapa tempat, kami melihat tanda-tanda jelas integrasi aktif antara penduduk lokal dan imigran, seperti di kasus Buckland dekat Dover, atau Oakington di Cambridgeshire.” Kata Duncan Sayer, arkeolog dari University of Central Lancashire dan penulis utama studi tersebut. “Namun dalam kasus lain, seperti Apple Down di West Sussex, kita melihat bahwa orang-orang dengan keturunan imigran dan lokal dikuburkan secara terpisah di pemakaman. Mungkin ini adalah bukti beberapa derajat pemisahan sosial di situs ini."

Dengan data baru ini, tim juga dapat mempertimbangkan dampak dari migrasi bersejarah hari ini. Khususnya orang Inggris masa kini hanya memperoleh 40 persen DNA mereka dari nenek moyang benua bersejarah ini. Sedangkan 20 hingga 40 persen profil genetik mereka kemungkinan besar berasal dari Prancis atau Belgia. Komponen genetik ini dapat dilihat pada individu arkeologi dan di kuburan dengan benda-benda Frank yang ditemukan di kuburan Abad Pertengahan awal, khususnya di Kent.

"Masih belum jelas apakah nenek moyang tambahan yang terkait dengan Zaman Besi Prancis ini terkait dengan beberapa peristiwa migrasi yang diselingi, seperti penaklukan Norman. Atau apakah itu hasil mobilitas selama berabad-abad melintasi Selat Inggris," kata Stephan Schiffels, pimpinan penulis senior studi ini. "Pekerjaan di masa depan, secara khusus menargetkan periode abad pertengahan dan nanti akan mengungkapkan sifat sinyal genetik tambahan ini.”

Manusia modern pernah beberapa kali melakukan upaya gagal untuk menetap di Eropa sebelum akhirnya mengambil alih benua itu. Ini adalah kesimpulan mencolok dari ilmuwan yang telah mempelajari jalannya Homo sapien eksodus dari Afrika puluhan ribu tahun yang lalu.

Para peneliti baru-baru ini menunjukkan situs-situs di Bulgaria, Rumania, dan Republik Ceko di mana sisa-sisa nenek moyang kita diperkirakan berusia antara 40.000 hingga 50.000 tahun. Namun, analisis tulang telah menghasilkan profil genetik yang tidak ada bandingannya di antara orang Eropa modern.

“Pemukiman awal ini tampaknya diciptakan oleh kelompok manusia modern awal yang tidak bertahan hidup untuk mewariskan gen mereka,” kata Profesor Chris Stringer dari Natural History Museum, London. “Mereka adalah garis keturunan spesies kita yang hilang.

“Poin penting adalah bahwa kematian pemukim manusia modern awal ini berarti Neanderthal masih menduduki Eropa selama beberapa ribu tahun sebelum Homo sapiens akhirnya mengambil alih benua.”

Manusia modern pertama kali muncul di Afrika sekitar 200.000 tahun yang lalu dan perlahan berevolusi melintasi benua sebelum pindah ke Asia barat sekitar 60.000 tahun yang lalu. Nenek moyang kita kemudian menyebar ke seluruh dunia sampai semua spesies hominin lain di planet ini punah, termasuk Denisovans di Asia Timur dan Homo floresiensis, “bangsa hobbit” Indonesia.

Neanderthal di Eropa adalah salah satu spesies hominin terakhir yang mati, mati sekitar 39.000 tahun yang lalu. Namun, penelitian terbaru – yang diuraikan pada pertemuan Masyarakat Eropa untuk studi Evolusi Manusia awal tahun ini – telah menunjukkan bahwa pengambilalihan oleh Homo sapiens ini tidak langsung. Pada beberapa kesempatan, kelompok pemukim awal tewas saat mereka pindah ke benua itu.

Dalam sebuah penelitian, peneliti internasional memeriksa kembali sebagian tengkorak dan kerangka seorang wanita yang ditemukan di gua Zlatý Kůň di Republik Ceko. Awalnya diperkirakan berusia 15.000 tahun, analisis baru ini menunjukkan bahwa usianya mungkin setidaknya 45.000 tahun, menjadikannya salah satu anggota Homo sapiens tertua yang ditemukan di Eropa. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa dia tidak memiliki kesinambungan genetik dengan orang Eropa modern.

Seperti yang dikatakan oleh salah satu tim peneliti—Cosimo Posth—dari Institut Ilmu Arkeologi, Universitas Tübingen, Jerman: “Wanita ini tidak berkontribusi secara genetik pada orang Eropa masa kini.”


Situs lain di mana sisa-sisa manusia modern awal dari sekitar periode ini telah ditemukan termasuk Peștera cu Oase di Rumania dan gua Bacho Kiro di Bulgaria. Dan sekali lagi, keduanya tidak menghasilkan profil genetik yang meninggalkan jejak signifikan di Eropa.

Penemuan pos-pos ekspansi manusia modern yang hilang ini menunjukkan bahwa Homo sapiens menyebar ke Eropa dalam bentuk gelombang, dan menimbulkan pertanyaan kritis bagi para ilmuwan. Khususnya, mengapa perjalanan manusia modern ke Eropa berhasil ketika yang sebelumnya gagal? Bagaimanapun juga, dampak dari kesuksesan ini di dunia kita sangat signifikan. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa faktor lingkungan memainkan peran kunci dalam kematian Neanderthal. Pemicu yang mungkin termasuk pembalikan kutub magnet bumi yang terjadi sekitar 42.000 tahun yang lalu. Dikenal sebagai peristiwa Laschamps, itu bisa meningkatkan tingkat radiasi kosmik di seluruh planet ini selama beberapa abad.

Ada juga pendinginan iklim yang mempengaruhi Atlantik Utara saat ini, serta letusan gunung berapi besar dari kaldera ignimbrite Campanian di Italia tengah. Semua ini akan memberi tekanan pada populasi.

Tetapi beberapa peneliti mempertanyakan apakah peristiwa ini cukup merusak untuk menyebabkan kepunahan Neanderthal. Hal itu akan sama menantangnya bagi manusia modern, kata mereka, namun mereka tetap selamat.

Yang lain telah mengusulkan bahwa Homo sapiens hanya lebih baik dalam mengeksploitasi lanskap dan berburu lebih efektif, sebuah poin yang didukung oleh Stringer, yang berpendapat bahwa perubahan kecil dalam perilaku manusia saat ini bisa saja cukup untuk mengarah pada akumulasi perbaikan yang signifikan dalam kehidupan. dari pria dan wanita.


“Perilaku Homo sapiens adalah faktor besar dalam 'keberhasilan' mereka, saya pikir. Mungkin mereka berjejaring lebih baik, atau mengumpulkan pengetahuan lebih efektif, dan karenanya belajar bagaimana mengekstrak sumber daya lebih intensif daripada yang dilakukan Neanderthal. Keuntungan sekecil apa pun akan sangat penting. Anda hanya perlu meningkatkan kelangsungan hidup bayi Anda sebesar 1% dan itu adalah keuntungan besar di dunia zaman batu.”

Namun, ada faktor lain yang dikemukakan untuk keberhasilan umat manusia modern di Eropa. Studi genetik telah memperjelas bahwa perkawinan silang antara Homo sapiens dan Neanderthal terjadi berkali-kali. Akibatnya, pria dan wanita non-Afrika saat ini memiliki genom sekitar 2% Neanderthal. Angka itu akan jauh lebih tinggi 40.000 tahun yang lalu.

“Seiring bertambahnya jumlah Homo sapiens dan mereka menyebar semakin luas ke seluruh Eropa, sangat mungkin bahwa mereka 'menyerap' beberapa spesies lain —khususnya, Neanderthal—hingga punah,” kata Stringer. “Jika Neanderthal usia prima memasuki kolam pembiakan manusia modern, baik secara sukarela atau tidak, individu-individu itu tidak lagi berkontribusi pada kelangsungan hidup spesies mereka sendiri. Hasil akhirnya adalah kepunahan langsung bagi Neanderthal —meskipun, sebagai spesies, mereka masih bertahan dalam DNA pria dan wanita hari ini.”


 Kungkang atau sloth merupakan mamalia yang memiliki ukuran tubuh sedang. Hewan dengan bulu lebat ini diketahui herbivora atau pemakan tumbuh-tumbuhan. Namun, penelitian terbaru menyajikan fakta berbeda mengenai kungkang purba, Mylodon darwinii.

Kungkang purba ini memiliki tinggi 3,6 meter dengan berat mencapai 2,2 ton. Dijuluki giant sloth atau kungkang raksasa, hewan yang punah 10.000 tahun ini sebelumnya diyakini sebagai vegetarian seperti kerabatnya di zaman modern.

Dilansir dari The Sun, para ahli dari Natural History Museum telah mendapati bahwa binatang seukuran gajah itu menyukai daging, bahkan mungkin memakan manusia. Pernyataan ini disampaikan oleh salah satu peneliti, Dr. Julia Tejada.

“Kami sekarang memiliki bukti kuat yang bertentangan dengan anggapan lama bahwa semua kungkang adalah herbivora. Apakah mereka pemakan daging oportunistik tidak dapat ditentukan, tetapi ini adalah bukti nyata pertama bahwa kungkang purba sebenarnya adalah omnivora,” ujar Dr. Julia Tejada kepada The Sun.

“Bukti ini menyebabkan perlunya evaluasi ulang pada seluruh struktur ekologi mamalia purba di Amerika Selatan, karena kungkang mewakili komponen utama ekosistem ini selama 34 juta tahun terakhir,” lanjutnya.

Julia Tejada dari University of Montpellier di Prancis dan rekan–rekannya menganalisis sususan kimiawi dari dua asam amino. Melansir Science News, mereka mendapatkatnya dari dalam fosil rambut dua spesies kungkang tanah raksasa, kungkang tanah darwin (Mylodon darwinii) dari Amerika selatan dan kungkang tanah shasta (Nothrotheriops shastensis). Tim juga membandingkannya dengan sampel dari kungkang hidup, trenggiling, dan omnivora modern lainnya.

Dari perbandingan isotop nitrogen dalam dua asam amino, glutamin dan fenilalamin, yang ditemukan di rambut kungkang, para peneliti dapat mengeliminasi faktor ekosistem dan memperhatikan faktor pola makan. Diketahui, isotop nitrogen sendiri dapat sangat bervariasi di antara berbagai sumber makanan dan ekosistem.

Data mengungkapkan pola makan kungkang tanah shasta secara eksklusif dari tumbuh–tumbuhan. Sedangkan kungkang tanah darwin adalah omnivora. Penelitian tersebut telah dipublikasikan di Scientific Reports dengan judul Isotope data from amino acids indicate Darwin’s ground sloth was not an herbivore pada 7 Oktober 2021.

Berdasarkan temuan ini, tentu membalikkan apa yang selama ini diketahui tentang hewan purba tersebut. Para ilmuwan berasumsi kungkang purba adalah herbivora karena keenam spesies kungkang modern dipastikan pemakan tumbuhan. Sebagian gigi dan rahang kungkang tanah raksasa juga tidak diadaptasi untuk berburu maupun mengunyah dan merobek dengan kuat.

Kendati demikian, Julia Tejada dan rekan–rekannya mengatakan bisa saja Mylodon darwinii atau kungkang tanah darwin ini menelan daging dari hewan yang sudah terbunuh. Hal ini mungkin membantu untuk memecahkan teka–teki tidak adanya mamalia karnivora besar di Amerika Selatan pada saat itu. Mungkin posisi tersebut ditempati oleh kungkang tanah darwin.

Lebih lanjut, adapun penyebab mengapa kungkang raksasa itu punah belum diketahui. Tipis kemungkinan hewan purba ini punah karena diburu manusia, sebab manusia pada zaman itu akan berjuang untuk membunuhnya. Diduga kungkang raksasa tidak bertahan karena perubahan iklim atau penyakit baru.

Ratusan spesies kungkang yang beberapa di antaranya sebesar gajah pernah menjelajahi lanskap kuno dari Alaska hingga Amerika Selatan. Kerangka lengkap Mylodon darwinii atau kungkang tanah darwin dipajang di Natural History Museum, London.

Sedangkan keenam spesies kungkang yang masih hidup saat ini adalah pemakan tumbuhan dengan ukuran relatif kecil jika dibandingkan pendahulunya.

Qasr Al-Farid adalah makam batu besar di tengah gurun di wilayah Madâin Sâlih. Wilayah ini juga dikaitkan dengan kisah Nabi Saleh as dalam kepercayaan Islam. Nama Madâin Sâlih memiliki arti Kota (Nabi) Saleh. Tempatnya berada di Provinsi Madinah, Arab Saudi.

Madâin Sâlih dan Qasr Al-Farid merupakan peninggalan dari peradaban Nabatea yang sudah ada sejak era Nabi Shalih, sekitar abad ke-1 M. Dalam kepercayaan Islam, para penduduk Nabatea yang dimaksud diduga adalah kaum Tsamud yang menghuni wilayah tersebut sejak awal masehi.

"Kerajaan Nabatea menguasai wilayah yang terbentang dari Levant selatan hingga Arabia utara, posisi yang memungkinkan bagi mereka untuk mengontrol Rute Dupa yang melewati Semenanjung Arab," tulis Hatoon Ajwad Al-Fassi.

Ia menulis kisah tentang kekuasaan kerajaan Nabatea di wilayah Madâin Sâlih dalam JSTOR, berjudul The Taymanite tombs of Madāʾin Șāliḥ (Ḥegra). Tulisannya itu dipublikasikan pada 1997.

Orang-orang Nabatea yang penuh teka-teki pada awalnya adalah suku nomaden. "Akan tetapi, sekitar 2.500 tahun yang lalu, mereka mulai membangun pemukiman besar dan kota-kota yang makmur dari abad pertama SM hingga abad pertama M, termasuk kota Petra yang megah di Yordania," tulis Al-Fassi.

"Sebagai hasil dari perdagangan yang menguntungkan ini, orang-orang Nabatea menjadi sangat kaya dan berkuasa di wilayah tersebut," lanjutnya. Orang-orang Nabatea diduga menjadi titik balik kemajuan bangsa Arab di bidang ekonomi, khusunya perdagangan.

"Selain kegiatan pertanian mereka, mereka mengembangkan sistem politik, seni, teknik, tukang batu, astronomi, dan menunjukkan keahlian hidrolik yang menakjubkan, termasuk pembangunan sumur, waduk, dan saluran air," jelasnya.


Salah satu perwujudan, sekaligus bukti arkeologis kekayaannya, dapat dilihat pada monumen yang mereka bangun. Salah satu monumen tersebut adalah Qasr al-Farid. "Ia adalah makam yang belum selesai dibangun, yang berdiri sendiri ditengah gurun. Makam terbesar di situs arkeologi Madâin Sâlih," tambahnya.

Monumen ini berdiri setinggi empat lantai. "Tujuan pendiriannya dimaksudkan untuk menjadi indikator kekayaan dan status sosial dalam peradaban bangsa-bangsa Arab," tulis Al-Fassi. 

"Proses pembangunannya tidak seperti makam lain di sekitarnya. Qasr al-Farid memiliki empat pilar, yang umumnya makam lain memiliki dua pilar saja" terang Al-Fassi dalam tulisannya.

Hal tersebut dimungkinkan karena kualitas pekerjaan lebih kasar pada bagian bawah makam. "Ada anggapan bahwa monumen itu dibuat, dimulai dari atas ke bawah," tambahnya. 

"Namun, Qasr al-Farid hanyalah salah satu dari lebih dari 100 makam monumental yang tersebar di sekitar lanskap Madâin Sâlih," tulis Loring M. Danforth. Danforth menulisnya pada JSTOR, dalam jurnalnya berjudul Crossing the Kingdom: Portraits of Saudi Arabia. Tulisannya dipublikasikan pada tahun 2016.

"Madâin Sâlih, sebuah situs yang dimasukkan oleh UNESCO sebagai situs Warisan Dunia pada tahun 2008," tambahnya. Qasr al-Farid adalah salah satu makam paling terkenal di Madâin Sâlih.


"Dinamakan Qasr al-Farid karena letaknya yang benar-benar terisolasi atau makam yang kesepian, terpisah dari makam-makam lain yang terletak di wilayah tersebut," lanjutnya.

Hal ini tidak biasa, mengingat sebagian besar makam monumental di Madâin Sâlih ditemukan dibuat secara berkelompok, seperti makam Qasr al-Bint, makam Qasr al-Sani, dan makam daerah Jabal al-Mahjar.


Dengan ekosistem yang beragam seperti lautan, dataran, dan tundra beku, Amerika Utara adalah rumah bagi beberapa predator raksasa nan ganas.

Akan tetapi, makhluk modern—seperti buaya, hiu putih besar, dan beruang kutub —akan terlihat sangat kecil bila ditempatkan di samping predator purba di benua itu. Jadi, apa predator terbesar yang pernah hidup di Amerika Utara?

Untuk hewan berbulu, mamalia pemangsa terbesar di Amerika Utara kemungkinan besar adalah beruang berwajah pendek (Arctodus simus), kata Ross MacPhee, kurator senior mamalia di American Museum of Natural History di New York City.

Kadang-kadang disebut "beruang bulldog", makhluk yang sekarang sudah punah ini memiliki moncong pendek dan lebar yang khas. Tingginya sekitar 1,6 meter di bahu dan lebih dari 3,4 meter di kaki belakangnya yang kurus, demikian menurut peneliti University of Iowa Museum of Natural History.

“Mungkin sulit bagi para ilmuwan untuk mengukur berat badan yang tepat dari spesies yang punah, karena mereka harus memperkirakan angka-angka itu menggunakan spesies yang ada sebagai tolak ukur,” kata MacPhee dilansir dari Live science.

Namun, ahli paleontologi memperkirakan bahwa beruang berwajah pendek mungkin memiliki berat sekitar 700 kilogram. Beruang kutub modern (Ursus maritimus) berukuran tidak terlalu jauh—jantan terbesar berukuran sekitar 1,5 meter di bahu dan beratnya sekitar 600 kilogram, menurut Polar Bears International.


Beruang berwajah pendek punah sekitar 11.000 tahun yang lalu, sekitar akhir zaman es terakhir. Untuk menemukan predator darat yang lebih besar, kita harus melakukan perjalanan lebih jauh ke masa lalu. Dinosaurus predator Amerika Utara terbesar juga paling terkenal di benua itu: Tyrannosaurus rex.

Selama akhir periode Cretaceous, sekitar 100 juta hingga 66 juta tahun yang lalu, Amerika Utara adalah negeri monster.

"Dinosaurus karnivora memiliki keragaman yang luar biasa di Amerika Utara di seluruh Mesozoikum (252 juta hingga 66 juta tahun yang lalu)," Andrew Farke, direktur Museum Paleontologi Raymond M. Alf di Claremont, California, dilansir dari Live Science.

Tetapi dengan tinggi hampir 3,5 meter di pinggul dan panjang hingga 12,3 meter, menurut spesimen T. rex seukuran bus sekolah yang hampir lengkap yang dikenal sebagai Stan, tiran rex yang menjulang di sebagian besar dari hewan-hewan karnivora sezamannya.

Acrocanthosaurus merupakan sepupu "hiu bergigi" dari tyrannosaurus dan anggota kelompok yang dikenal sebagai carcharodontosaurus. Panjangnya hampir menyamai T. rex tetapi beratnya lebih ringan dibanding T. rex. Acrocanthosaurus beratnya 6,8 ton sedangkan T. rex beratnya 7,8 ton, demikian menurut American Museum of Natural History.

T. rex menggunakan semua itu untuk keuntungannya: Dengan otot rahangnya yang kuat, ia dapat menghasilkan hingga 6 ton tekanan per gigitan—cukup untuk merobek baja seolah-olah selembar kertas, menurut sebuah studi dalam jurnal The Anatomical Record pada 2019.

Satu-satunya dinosaurus yang hidup saat ini adalah burung, membuat dinosaurus terbesar yang masih hidup di Amerika Utara menjadi kondor California (Gymnogyps californianus). Pada 3 meter dari ujung sayap ke ujung sayap, burung ini secara signifikan lebih kecil dari sepupu pemakan daging purba T. rex, tetapi tetap tangguh. Hewan ini memakan bangkai rusa, babi, sapi, singa laut dan bahkan paus, menurut Cornell Lab of Ornithology.

Ketika membahas raksasa laut purba, reptil raksasa adalah pemenangnya.

Ichthyosaurus adalah sekelompok reptil laut predator yang hidup selama era Mesozoikum, periode waktu yang sama dengan dinosaurus. Pada Akhir periode Trias, kira-kira 237 juta tahun yang lalu, seekor ichthyosaurus yang dikenal sebagai Shonisaurus sikanniensis mulai berenang di perairan yang sekarang disebut British Columbia, Kanada.


"S. sikanniensis dianggap sebagai reptil laut terbesar sepanjang masa," ujar Kenshu Shimada, seorang profesor paleobiologi di De Paul University di Chicago.

“Ada beberapa perdebatan tentang Ichthyosaurus genus S. sikanniensis, Anggota kedua generasi yang besar, efisien dan cepat, meskipun spesies dari genus Shonisaurus memiliki dada barel dan moncong panjang dibandingkan Shastasaurus,” menurut Mark Witton dari University of Portsmouth paleontolog and paleoartist.

Terlepas dari taksonomi, tidak ada keraguan bahwa S. sikanniensis benar-benar kolosal; dengan panjang 65 kaki (20 m) yang menakjubkan dari moncong ke ekor,

"dengan singkat sekitar tiga kali lebih besar dari hiu putih besar hidup terbesar yang diketahui," kata Shimada. Tapi ukuran tidak selalu sama dengan keganasan. Sebuah studi 2011 di jurnal PLOS One mengatakan bahwa S. sikanniensis mungkin telah menjadi pengumpan hisap, menyeruput mangsa bertubuh lunak seperti cumi-cumi dan belemnites (cumi-cumi bercangkang).

Masing-masing makhluk ini, bagaimanapun, akhirnya mati sebagai akibat dari pergolakan lingkungan. Seperti banyak predator yang sangat terspesialisasi, begitu mangsa mereka menjadi langka, mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan energi mereka. "Pada titik tertentu, lebih besar tidak lebih baik," kata MacPhee.


Masih ingat para peneliti di Arab Saudi utara menemukan serangkaian patung unta seukuran aslinya pada tahun 2018? Kala itu, mereka memperkirakan bahwa karya seni tersebut berasal dari sekitar 2.000 tahun lalu. Sekarang, sebuah studi baru menunjukkan bahwa kerangka waktu yang diusulkan ini meleset sebanyak 6.000 tahun.

Temuan baru ini diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science: Reports, menunjukkan bahwa apa yang disebut Situs Unta sebenarnya berasal dari antara 7.000 dan 8.000 tahun lalu.

Dilansir Arab News, garis waktu ini kemungkinan akan menjadikan patung-patung itu sebagai relief hewan tiga dimensi skala besar tertua yang masih ada di dunia. Sebaliknya, Piramida Giza Mesir berusia 4.500 tahun, sedangkan Stonehenge Inggris dibangun sekitar 5.000 tahun lalu.

Para peneliti menentukan tanggal ukiran melalui analisis kimia dan pemeriksaan tanda alat yang ditemukan di situs tersebut.

 “Mereka benar-benar menakjubkan dan, mengingat kita melihat mereka sekarang dalam keadaan terkikis parah dengan banyak panel jatuh, situs aslinya pasti benar-benar menakjubkan,” penulis utama Maria Guagnin, seorang arkeolog di Max Planck Institute for the Science of Human History.

 “Ada unta seukuran manusia dan equid dua atau tiga lapisan di atas satu sama lain,” tambahnya.

Seniman kuno mengukir gambar menjadi tiga taji berbatu. Selain sekitar selusin unta, karya seni itu menggambarkan dua hewan yang mungkin keledai, bagal, atau kuda.

Perkiraan awal usia karya ini sebagian didasarkan pada keberadaan relief unta lain yang dibuat di Yordania sekitar waktu itu. Tapi penanggalan radiokarbon, analisis pola pelapukan dan metode penanggalan lainnya menunjukkan asal yang jauh lebih tua. Selain itu, seorang tukang batu tidak menemukan tanda-tanda tembikar atau penggunaan peralatan logam di lokasi tersebut.


"Setiap hari Neolitik lebih mungkin terjadi, sampai kami menyadari itu benar-benar situs Neolitik yang kami lihat," kata Guagnin.

Seperti yang dilaporkan Stephanie Pappas untuk Live Science, para pemahat unta menggunakan alat yang terbuat dari batu yang disebut rijang, yang dibawa setidaknya sembilan mil jauhnya.

Mereka akan membutuhkan beberapa jenis perancah untuk mencapai bagian yang lebih tinggi dari permukaan berbatu. Mengukir setiap relief membutuhkan waktu antara 10 dan 15 hari. Beberapa unta yang digambarkan pada relief memiliki garis leher yang menonjol dan perut yang bundar—ciri khas hewan ini pada musim kawin. Ini menunjukkan bahwa situs itu terkait dengan kesuburan atau waktu tertentu dalam setahun.

“Komunitas pemburu dan penggembala cenderung sangat tersebar dan berpindah-pindah, dan penting bagi mereka untuk bertemu secara teratur sepanjang tahun, untuk bertukar informasi, pasangan, dan sebagainya,” Guagnin.

“Jadi apapun simbolisme dari patung-patung itu, mungkin ini adalah tempat untuk menyatukan seluruh komunitas,” imbuhnya.

Pola pelapukan pada patung menunjukkan bahwa mereka diukir ulang dan dibentuk kembali dari waktu ke waktu. Pada saat pembuatan patung, sekitar milenium keenam SM, Jazirah Arab dipenuhi dengan padang rumput dan jauh lebih basah daripada sekarang. Penduduk kawasan itu membangun ribuan monumen batu yang dikenal sebagai mustatil di puluhan ribu mil persegi.


Guagnin mengatakan tidak jelas apakah kelompok yang sama yang membuat Situs Unta juga membuat mustatil. Ukiran dua dimensi lainnya telah ditemukan di daerah tersebut, tetapi tidak ada yang setara dengan Situs Unta.

Beberapa penggambaran fauna Neolitikum sama-sama seukuran aslinya, detail dan naturalistik tetapi keduanya dua dimensi. Hal ini membuatnya berpikir bahwa Situs Unta adalah bagian dari tradisi yang lebih luas tetapi memiliki tempat khusus di dalamnya, sampai-sampai terlihat seperti hewan itu keluar dari batu.

Guagnin menambahkan bahwa unta-unta yang ditampilkan dalam gambar mungkin liar. Domestikasi unta paling awal kemungkinan terjadi sekitar tahun 1200 SM. Orang-orang Neolitik di Arabia menggembalakan sapi, domba dan kambing dan mungkin berburu unta liar.

Dengan erosi yang terus menurunkan patung, para peneliti mengatakan penting untuk mempelajari sebanyak mungkin tentang patung-patung itu.

“Pelestarian situs ini sekarang menjadi kunci, seperti penelitian masa depan di wilayah tersebut untuk mengidentifikasi apakah situs lain seperti itu mungkin ada,” tutup Guagnin.


Proses penggalian di Kültepe, Turki masih terus berlanjut, Situs ini merupakan titik awal sejarah di Anatolia, selama penggalian ditemukan tulang rahang singa berusia 4.000 tahun. Ini merupakan pertama kalinya tulang rahang singa ditemykan di Kültepe.

Dilansir dari Arkeonews, Fikri Kulakoğlu dari Fakultas Bahasa, Sejarah-Geografi dan Arkeologi Universitas Ankara mengatakan di tahun 2021 ini mereka menemukan banyak tulang hewan dan tempat penyimpanan dari kayu berukuran besar di ruang bawah tanah sebuah bangunan di wilayah tersebut. Adapun tulang belulang hewan yang ditemukan antara lain, singa, beruang, domba gunung, rusa dan babi hutan.

“Tulang-tulang ini ditemukan dalam jumlah banyak. Semua tulang hewan ini temasuk dalam hewan yang besar dan liar,” ujar Fikri kepada Anadolu Agency.

“Untuk pertama kalinya kami menemukan dua tulang rahang singa dari dua singa yang berbeda, (tulang) beruang yang sangat besar dan tulang dari rusa besar pada masa itu di Anatolia,” lanjutnya.

Langkah berikutnya yang akan dilakukan adalah memeriksa tulang-tulang tersebut. Para ahli meyakini kalau hewan-hewan itu dibesarkan di wilayah Anatolia. Hewan-hewan tinggal di sekitar Erciyes atau di area pegunungan hingga ke Sivas.

“Tidak ada tulang singa berusia 4.000 tahun ditemukan di area lain. Memang ada tulang-tulang (singa) dari beberapa juta tahun lalu, tapi dua tulang rahang singa ini merupakan salah satu bukti keberadaan manusia paling awal,” jelasnya.

Fikri Kulakoğlu menghubungkan penemuan ini dengan salah satu kisah. Ada sebuah tablet atau lempengan yang digunakan sebagai prasasti ditemukan di Boğazköy bernama tablet Anitta.

“Menurut tablet ini seorang raja bernama Anitta merebut Nesha dengan ayahnya, dan mereka tidak menyentuh siapapun. Mereka bahkan membangun istana dan kuil. Tulang-tulang ditemukan di area istana dan kuil,” cerita Prof. Dr. Fikri Kulakoğlu.

Dalam prasasti tersebut, dituliskan pula bahwa sang raja pergi berburu. Prasasti ini sendiri diduga ditulis oleh Raja Anitta.

“(Tertulis) ‘Saya berburu dan membawa kembali lebih dari 100 hewan, termasuk dua singa, macan tutul, macan kumbang, beruang, rusa dan hewan liar’. Ini (situs penemuan) adalah area tepat di sebelah kuil,” tuturnya.

“Tentu saja kami tidak yakin sepenuhnya bahwa tulang-tulang ini terkait dengan cerita tersebut, tetapi kemungkinan besar memang demikian. Karena ada bekas luka di antara tulang binatang yang kami temukan, jadi (hewan-hewan) ini dibawa dengan berburu,” pungkas Prof. Dr. Fikri Kulakoğlu.

Masih terkait dengan tablet Anitta, seperti dikutip dari World History, teks yang tertulis di tablet tanah liat ini adalah dokumen pertama yang ditulis dalam Bahasa Het. Teks ini merupakan salinan dari teks asli yang ditulis pada masa Periode Kekaisaran Het. Anitta merupakan putra dari Pithana dan merupakan raja kota Kussara, yang lokasinya masih belum diketahui.

Kültepe yang juga dikenal dengan nama Kanesh atau Nesha merupakan situs arkeologi yang terletak di Provinsi Kayseri, Turki. Dikutip dari laman UNESCO, tempat ini merupakan ibu kota Kerajaan Kanesh kuno dan pusat jaringan kompleks koloni perdagangan Asyur pada milenia ke-dua SM.

Berada tepat di kaki Gunung Erciyes dan di dataran yang subur, Kültepe juga menjadi pusat utama budaya dan perdagangan antara Anatolia, Suriah dan Mesopotamia pada akhir milenum ke-tiga SM dan khususnya selama kuartal pertama milenium ke-dua SM. Situs Kültepe terbagi dalam dua bagian, anak bukit atas dan kota di bagian yang lebih rendah.